Mohon tunggu...
widhadyah
widhadyah Mohon Tunggu... lainnya -

Never ending learner. An oxymoron sometimes. Sustainability enthusiast.\r\ntwitter : @widhadyah

Selanjutnya

Tutup

Nature

Gaya Hidup Move On: From Cradle to Cradle*

23 Juni 2012   02:16 Diperbarui: 25 Juni 2015   03:38 381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

O My God! Hanya itu komentar yang terpikir ketika saya  membaca literatur dan diskusi dari forum internasional tentang limbah/sampah.. sampah apapun bentuknya. Dan bagaimana mereka begitu antusias berusaha mengubah sampah menjadi sumber energi. O My God! Mereka sudah begitu jauh berlari di depan kita dalam hal penanganan sampah menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis, bahkan strategis. Sementara kebanyakan dari kita masih berkutat dengan usaha untuk Membuang Sampah Pada Tempatnya. O Dear You, Beberapa tulisan di kolom green sudah menunjukkan tentang tingginya konsumsi masyarakat terhadap plastik. Dan kita sama-sama memahami rendahnya kapasitas daur ulang plastik di Indonesia. Tapi sepertinya kita masih belum mampu MOVE ON dari plastik. Perkembangan jejaring sosial dan teman-temannya, membuat  kita semakin seru untuk gonta-ganti gadget dan bahkan memiliki lebih dari kebutuhan kita. Sebenarnya itu hak setiap manusia yang punya uang. Tapi sempatkah berpikir, akan berakhir seperti apa gadget (dan material berbahaya yang terkandung didalamnya) itu nantinya? Sementara data menunjukkan, kapasitas daur ulang ponsel di Indonesia saat ini hanya mencapai 2 - 3% dari tingkat konsumsinya. Dan kita bahkan belum memiliki fasilitas untuk mengolah limbah berbahaya. Dan hebatnya, belanja gadget akhir-akhir menunjukkan trend yang semakin meningkat. Tapi entahlah dengan kapasitas daur ulangnya. Belum lagi ketergantungan kita terhadap alat elektronik, untuk mempermudah hidup. Di rumah, di kantor, di tempat umum. AC, printer, microwave, kulkas, mesin cuci, dispenser, dan teman-temannya. Kemana semua barang itu akan berakhir? Data yang sama menunjukkan bahwa kapasitas daur ulang PC di Indonesia baru 8.8 - 12.4 % dari tingkat konsumsinya. Kertas! Di kantor, di sekolah, di rumah tangga, coba berhitung, berapa konsumsi kita terhadap produk berbahan kertas. Pernahkah terpikir, apakah sebanding tingkat konsumsi kita dengan kapasitas pembaharuan bahan bakunya? Pakaian, Tas, Sepatu, Arloji.... Sebutkan saja semua barang milik kita yang berpotensi menjadi SAMPAH. O Dear You, Tahukah, tidak hanya berhitung bahan baku dan POTENSI SAMPAH yang kita hasilkan sepanjang hidup kita. Tapi juga berapa banyak energi yang digunakan untuk memproduksi barang-barang yang kita pakai untuk kemudian DITUMPUK SEBAGAI SAMPAH. Dan berapa banyak energi yang kita konsumsi dalam keseharian kita. Berhitung energi berarti berhitung  besarnya daya listrik. Berhitung daya listrik berarti berhitung bahan bakar fosil (secara Indonesia masih belum bisa move on dari BBM). Berhitung bahan bakar fosil berarti kita harus berhitung potensi minyak bumi yang tersisa, ditambah dengan kebutuhan dinosaurus dan lama waktu perubahan untuk menjadi fosil dan minyak bumi. O Dear Us, Saya hanya berpikir, seandainya kita bisa membantu lingkungan dan alam untuk menyelesaikan tugas penguraian dan daur ulang sampah yang kita hasilkan, pasti akan jauh lebih baik. Saya hanya membayangkan, semakin tinggi tingkat konsumsi kita, tidakkah lebih baik jika semakin besar pula kemampuan kita untuk mereproduksi bahan baku dan atau sumber energi baru. Itu baru namanya adil. O Dear Us, Tidakkah sebaiknya dalam hal ini, kita menganut paham westernisasi, korean-wave, ataupun japanese culture. Budaya mereka yang sangat teliti, hati-hati dan penuh pertimbangan. Berpikir dengan orietasi lingkungan dan manusia ketika berproduksi dan mengkonsumsi. Mereka sudah mengembangkan sistem dan teknologi yang baik untuk manajemen sampah yang tak terhindarkan. Masyarakatnya pun sudah terdidik untuk mendaur ulang sampahnya sendiri. Mereka juga antusias mengembangkan teknologi untuk sumber energi alternatif. Tidakkah kita ingin melakukan sesuatu?  Untuk langit biru. Untuk udara segar. Untuk tanah yang subur. Untuk rumput yang hijau. Untuk air yang jernih. Untuk kita dan anak cucu kita. Dan teteup, teknologi untuk kemudahan hidup kita. O Dear You, Temani kami yang sudah mulai move on yuk! And may God bless us :) *cradle to cradle : http://www.alternative-energy-news.info/cradle-to-cradle/

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun