Mohon tunggu...
widhadyah
widhadyah Mohon Tunggu... lainnya -

Never ending learner. An oxymoron sometimes. Sustainability enthusiast.\r\ntwitter : @widhadyah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Darurat asap, butuh Ide: ASAP !!!

2 Oktober 2015   15:47 Diperbarui: 2 Oktober 2015   17:10 111
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

" Sedih itu, saat kita tahu ada masalah, dan tak tahu bagaimana memperbaikinya..... "

 

Setiap tahun salah satu pulau besar di Indonesia selalu berhadapan dengan krisis asap. Setiap tahun, selalu saja terjadi kebakaran hutan dan menimbulkan kabut asap tebal. Saya belum pernah mengalami sendiri musibah seperti itu. Tapi saya bisa bayangkan situasi saat tak ada lagi udara segar, tak ada langit biru, tak ada lagi beraktivitas di luar rumah. Tapi mungkin yang saya bayangkan tak separah kenyataan. Mereka yang bahkan untuk bernafas saja kesulitan, karena tak cukup udara bersih yang tersedia.

Iya, setiap tahun kita mengalami ini. Seperti festival besar tahunan, euforianya terasa sejenak, dan kemudian terlupakan beberapa saat setelah perayaan. Awalnya, saya pikir bencana ini seperti demikian adanya. Nanti lama-lama asapnya akan hilang dengan sendirinya, seperti tahun-tahun sebelumnya. Nanti musim hujan akan tiba, dan semua akan pulih seperti sebelumnya. Tapi dua hari ini, berturut-turut saya membaca postingan di sebuah sosial media lengkap dengan foto balita yang tampak menderita karena keracunan asap, dan seorang lagi meninggal dunia karenanya. Saya bukan orang yang mudah percaya pada posting random di media sosial. But well, I have done my research. 

Bahkan, jika foto dan posting itu adalah hoax, cerita fiksi, namun bahwa resiko yang disebabkan oleh keracunan asap pada balita dapat mencapai taraf mengancam nyawa adalah benar adanya. Berikut ini kutipan dari Environment and Human Health Inc. tentang bahaya asap pembakaran kayu. Dalam kasus mereka pembakaran kayu untuk api pendiang musim dingin.

" Wood smoke interferes with normal lung development in infants and children. It also increases children’s risk of lower respiratory infections such as bronchitis and pneumonia. According to the Environmental Protection Agency (EPA), toxic air pollutants are components of wood smoke. Wood smoke can cause coughs, headaches, eye, and throat irritation in otherwise healthy people. For vulnerable populations, such as people with asthma, chronic respiratory disease and those with cardiovascular disease, wood smoke is particularly harmful— even short exposures can prove dangerous " (sumber : http://www.ehhi.org/woodsmoke/woodsmoke07.pdf)

Kemudian bayangkan jika asap yang dihasilkan adalah hasil pembakaran sejumlah pohon di hutan di musim panas, kalikan jumlah asapnya dengan efek yang diakibatkan. Maka mungkin saja jika posting di media sosial itu menampilkan foto balita dengan mata merah (merah sekali, seperti mata dengan pembuluh darah pecah karena benturan benda keras) dan kantung mata yang membiru. Gadis kecil itu, seperti sudah sangat keracunan (*ini asumsi dan opini pribadi).

Saya berfikir, benarkah tak ada yang bisa kita lakukan? Sama sekali? Apakah hujan adalah satu-satunya jalan keluar? Saya tahu Pemerintah berusaha memadamkan api di hutan-hutan itu. Lalu bagaimana dengan asapnya? 

Bagaimana dengan membekukan asap? Atau mungkin menangkap asap dan membuangnya didasar laut? atau cara sederhana yang bisa dilakukan secara komunal di tingkat rumah tangga atau rukun tetangga? 

Hari ini saya mencoba mencari tahu, adakah cara untuk membekukan asap, menguraikan asap, mencairkan asap, ada banyak cara. Tapi saya bukan ahli kimia. Saya tak tahu apakah itu bisa dilakukan atau tidak untuk kasus di Riau dan Jambi. Siapapun, sembari tetap berdoa, tak adakah yang bisa dilakukan untuk menghilangkan asap ini?

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun