Pagi ini sahabatku, seorang cewek menghubungiku. Dia ingin bertemu. Sesuai dengan kesepakatan, kami akan bertemu di sebuah restoran Korea. Restoran ini terletak di lantai 21 sebuah tower ternama di ibukota. Rupanya aku datang lebih cepat. Restoran masih kosong dari pelanggan. Aku memilih meja di bagian pojok ruangan. Tempat ini paling strategis. Aku bisa duduk santai sambil menikmati lalu-lalang kendaraan yang melintas di bawah sana.
Sejenak kemudian nampak seseorang masuk melewati pintu otomatis diiringi sapaan khas dari pramusaji dengan kemampuan bahasa Korea pas-pasan:
"Annyeong Haseo !!!".
Temanku ini hanya tersenyum simpul sambil sedikit mengangguk. Dia masih seperti yang dulu. Rambutnya panjang, lebat, kemerahan dan sedikit berombak. Tubuhnya tetap langsing. Dan matanya, matanya itu tetap indah. Mata yang lebar dengan bagian pupil yang besar adalah kesukaanku. Sayangnya pagi ini mata itu nampak sedikit sembab memerah.
"Kenapa?" tanyaku dengan nada pelan dan datar.
Dan seperti bendungan jebol, kata-kata meluncur deras dari bibir mungilnya. Dia tumpahkan kegalauan hatinya akibat harga BBM yang semalam dinaikkan. Dia takut dan cemas menghadapi hari-hari ke depan yang nampak suram. Aku berusaha bersikap sebijak mungkin. Memberikan nasehat logis agar tidak terkesan mirip motivator yang hanya bisa memberikan kata-kata indah tanpa solusi. "PHP" bahasa kerennya.
"Kamu masih punya harapan La ...". Yah namanya memang Lala.
"Apaa?? Apalagi yang bisa kulakuan kali ini. Semua musnah !! Suram !! Hancur !!. Kenaikan BBM kali ini akan membuat hidupku sengsara ..." seperti biasanya dia selalu terlihat emosional kalau sedang meluapkan perasaannya.
Dengan hati-hati kukatakan beberapa kalimat yang semoga bisa menenangkannya.
"Kamu kan bisa menjual sebagian emas batanganmu La ...".
Raut wajahnya masih tetap kosong. Tak ada ekspresi.
"Atau kamu bisa cairkan depositomu dari salah satu bank ...".
Dia tetap diam.
"Mungkin kamu bisa jual atau sewakan 2 dari 6 mobil pribadimu itu ..."
Sikapnya masih dingin. Seperti tak mendengar semua ucapanku.
"Ya ini kan bulan Desember La. Sebentar lagi ada pembagian dividen dari saham-saham yang kau miliki ...". Aku masih belum putus asa mencoba membuatnya kembali ceria.
Wajah bosan tak peduli masih tak mau beringsut dari raut ayunya.
Karena jam istirahat sudah hampir habis dan kami harus berpisah akhirnya kami berdua berdiri dan bersiap-siap meninggalkan restoran. Aku sedikit kecewa karena sampai kami akan berpisah aku tak berhasil membuatnya tersenyum. Sebelum berpisah kami berpelukan. Di telinga kecilnya kubisikkan dengan lirih:
"Kamu kan bisa membeli BBM dari SPBU-SPBU milikmu sendiri La ...".
Dia menatapku seolah-olah tersadar akan sesuatu. Dan sebuah senyum akhirnya tersungging di bibirnya.
"Kamu benar. Aku baru ingat kalau aku punya SPBU di beberapa kota besar. Terima kasih sudah mengingatkanku. Ini sangat berarti buatku. Kamu benar-benar sahabat yang baik ...".
Kami berpisah dengan happy ending. Hatiku lega. Kali ini aku terkagum-kagum pada kemampuanku. Membangkitkan semangat seseorang yang tengah terpuruk seperti yang baru saja kulakukan bukanlah pekerjaan sepele.
Meski sebenarnya keberhasilanku ini bukan semata-mata hasil usahaku. Ada faktor dalam diri Lala yang mendukung usahaku. Dia memang punya sifat yang mengagumkan. Terutama sifatnya yang selalu bersyukur atas apa yang dia miliki.
Semoga tabah ya La.
Percayalah ! Kenaikan harga BBM kali ini tidak akan membunuhmu ...
Web:http://petajombloindonesia.blogspot.com/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H