Menjadi seorang pengusaha dapat diibaratkan seperti melompat dari tebing tinggi tanpa tali pengaman. Di tengah enaknya kebebasan finansial dan kemandirian secara waktu dan cara kerja, ada realita ketidakpastian hidup yang harus dihadapi. Sebagai seorang karyawan yang berani merangkak keluar dari zona nyaman menuju lautan ketidakpastian, mengubah mindset dan profesi dari seorang karyawan menjadi seorang pengusaha adalah suatu hal yang tidak mudah dilakukan. Perlu tekad, kegigihan, dan semangat yang besar untuk menjalaninya.
Bagian 1: Memutus 'Tali Pengaman'
Jika tali pengaman merupakan gaji rutin yang diterima dari lingkungan korporat, maka menjadi pengusaha adalah tentang mencari sendiri rute jalan dengan risiko tanpa jaminan. Tidak ada bos yang memberi kita panduan langkah demi langkah atau rencana karir yang telah diatur sedemikian rupa. Sebaliknya, kita harus menemukan dan membuat jalur kita sendiri dan menghadapi rintangan serta risiko.
Bagian 2: Ombak Pasang dalam Lautan Kebebasan
Ketika kita menjadi seorang pengusaha, kita akan dihadapkan dengan ombak pasang yang berulang kali mencoba untuk menenggelamkan semangat. Mental kita juga berkali-kali diuji. Terkadang, kita akan merasa tegar menghadapinya, tetapi seringkali kita  merasakan diri hanyut dalam ketidakpastian. Tapi ingatlah, di balik setiap ombak pasang yang menghantam, ada peluang kesuksesan yang menanti di seberang lautan.
Bagian 3: Berbagai Tantangan dan Risiko di Medan Bisnis
Membangun bisnis dari awal memerlukan mental yang besar. Terlebih lagi, bila tidak memiliki keluarga yang berprofesi sebagai pengusaha. Ketika berbisnis dan gagal, seringkali merekalah yang akan toxic, tak jarang justru menyalahkan atas kegagalan kita. Meski kita sudah mengumpulkan data dan informasi sebagai bahan untuk mengambil keputusan yang tepat. Namun, kesalahan seringkali tak dapat terhindarkan. Tidak semua pilihan akan berhasil, dan kegagalan adalah teman yang akrab bagi pengusaha. Dari berbagai pengalaman pribadi dan sharing sesama pengusaha, bisnis kita akan berhasil setelah melewati serangkaian kegagalan. Namun, kegagalan bukanlah akhir, melainkan tonggak menuju kesuksesan yang lebih besar.
Bagian 4: Kesedihan dan Keberhasilan yang Mendalam
Di balik gaya hidup mewah ala sosialita dan menjadi bos bagi diri sendiri dan puluhan bahkan ratusan karyawan, ada proses yang tidak mudha untuk mengubah mindset dari karyawan menjadi pengusaha. Proses ini memaksa Anda untuk menghadapi kesedihan ketika menemui kegagalan, kesendirian saat menanggung tekanan besar, dan keberhasilan yang membanggakan setelah mengatasi berbagai rintangan. Ini adalah perjalanan panjang dan permainan mental yang mengajarkan banyak hal bagi diri sendiri dan sekitar.
Bagian 5: Kebebasan Sejati dalam Keterbatasan
Di dunia karyawan, ada batasan-batasan yang telah diatur, jam kerja yang telah ditentukan, dan peraturan yang harus diikuti. Sebagai pengusaha, kita mengeksplorasi kebebasan sejati dalam keterbatasan. Kita mungkin tidak memiliki jam kerja yang teratur, tetapi kita memiliki fleksibilitas untuk mengatur ritme hidup kita sendiri. Namun, dibalik hal tersebut tak banyak yang tahu bahwa seringkali kita sebagai pengusaha bekerja tanpa hari libur dan lebih dari 8 jam per hari. Hal ini terutama dirasakan saat awal merintis usaha. Kita mungkin menghadapi tantangan finansial, bahkan kita mungkin mengalami kebangkrutan dan tak berpenghasilan di awal masa merintis usaha.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H