Mohon tunggu...
Wida Reza Hardiyanti
Wida Reza Hardiyanti Mohon Tunggu... Ilmuwan - Peneliti dan konsultan

Berkarir sebagai peneliti ekonomi, hukum, dan sosial. Saat ini aktif sebagai konsultan dalam beberapa proyek penelitian dan pembangunan ekonomi. Hobi menulis, membaca, menonton film, dan bercengkrama bersama keluarga.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Panjat Pinang Masa Kolonial Belanda: Tontonan Meriah atau Perlambang Kolonialisme?

29 Juli 2023   04:31 Diperbarui: 29 Juli 2023   04:33 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Panjat pinang selalu menjadi salah satu acara perlombaan yang dilakukan untuk memeriahkan acara 17 Agustusan di lingkungan RT atau RW setempat. Rasanya ada yang kurang bila acara tidak dimeriahkan dengan perlombaan rakyat ini. 

Bagi sebagian orang, panjat pinang merupakan simbol gotong royong, perjuangan, dan kerjasama yang menjadi spirit atau semangat yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia. Namun, tahukah Anda bahwa  panjat pinang adalah tontonan yang "dikenalkan" oleh penjajah? Tahukah filosofi mengapa penjajah Belanda menyukai menonton panjat pinang?


Satire: Panjat Pinang, Hiburan untuk Penguasa Kolonial

Dahulu, di era penjajahan Belanda, kegiatan panjat pinang merupakan tontonan yang amat menghibur bagi para penjajah. Seolah-olah mereka menonton sirkus di mana orang pribumi bersaing memanjat pohon pinang untuk memperebutkan hadiah yang nilainya tak seberapa namun bertaruh nyawa. Bagi para penjajah, menyaksikan rakyat pribumi berjuang memanjat dengan susah payah adalah sebuah hiburan. Mereka menyaksikan dari atas bangunan megah sambil tertawa dan bersenang-senang, seolah merasa lebih unggul dan berkuasa.

Apakah panjat pinang merupakan simbol dari ketidakadilan dan perbedaan yang makin melebar antara penguasa dan yang dikuasai? Ataukah ini hanya sekedar tontonan dan permainan yang menghibur semata? Mari kita ambil sudut pandang yang lebih analitis untuk memahami filosofi di balik tradisi panjat pinang dan bagaimana itu mencerminkan dinamika sosial pada masa penjajahan.

 Makna Filosofi Panjat Pinang dan Simbolisme Sosial


1. Eksploitasi dan Dominasi Kolonial: Tradisi panjat pinang pada masa penjajahan Belanda mencerminkan eksploitasi dan dominasi yang dilakukan oleh penguasa kolonial terhadap rakyat pribumi. Pohon pinang yang tinggi melambangkan tingginya hambatan dan kesulitan yang dihadapi rakyat pribumi dalam menghadapi penjajah Belanda. Sementara itu, para penjajah dengan mudahnya menikmati pertunjukan tanpa perlu menghadapi kesulitan seperti rakyat pribumi. Hal ini mencerminkan ketidakadilan sosial yang mendasari hubungan antara kolonial dan rakyat pribumi.

2. Penguatan Stereotip Kolonial: Tradisi panjat pinang juga mungkin digunakan oleh penjajah Belanda untuk memperkuat stereotip negatif tentang kemampuan dan kapasitas rakyat pribumi. Dengan menyaksikan rakyat pribumi berjuang untuk mendapatkan hadiah yang sepele, para penjajah dapat menganggap bahwa mereka tidak layak mendapatkan lebih dari itu. Stereotip semacam ini mempengaruhi persepsi masyarakat kolonial tentang kemandirian dan keunggulan rasial, yang pada akhirnya dapat mengokohkan dominasi Belanda.

3. Perlawanan Simbolis: Meskipun para penjajah Belanda menyaksikan panjat pinang sebagai hiburan, rakyat pribumi menggunakan tradisi ini sebagai bentuk perlawanan simbolis. Di bawah pengawasan ketat, rakyat pribumi berhasil mempertahankan tradisi mereka dengan cara yang subversif. Panjat pinang menjadi metafora bagi semangat perjuangan yang tak pernah padam, dan rasa persatuan di antara mereka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun