"Istri adalah bagian dari tulang rusuk, bukan tulang punggung"
Overview
Seorang istri tentu menghadapi tantangan berat ketika memiliki suami yang menganggur. Meskipun kondisi suami yang menganggur bukan sepenuhnya salah suami, namun bila hal ini tidak terselesaikan dalam jangka waktu relatif lama, maka akan berujung pada keretakan yang mengancam keharmonisan rumah tangga, bahkan bisa menjadi salah satu pemicu perceraian. Berdasarkan data BPS (2022), terdapat total 447.743 kasus perceraian (data BPS yang tersedia hanya mencakup perceraian Muslim) pada tahun 2021.Â
Jumlah tersebut meningkat dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 291.677 kasus. Menurut catatan Direktur Jenderal Hukum Agama Mahkamah Agung (Ditjen Badilag MA), tahun 2021 ada empat faktor utama yang mempengaruhi perceraian: pertengkaran dan perselisihan 36% (176.683 kasus); faktor ekonomi, misal suami yang menganggur atau belum mampu memenuhi kebutuhan ekonomi 14% (71.194 kasus); pergi dari rumah 7% (34.671 kasus); dan kekerasan dalam rumah tangga 0,6% (3.271).
Meskipun suami yang menganggur bukan menjadi satu-satunya faktor pemicu perceraian, namun kondisi tersebut dapat menjadi pemantik pertikaian dalam rumah tangga. Data statistik menunjukkan bahwa suami yang menganggur akan berdampak negatif terhadap kondisi mental anak dan istri.Â
Selain itu, menurut data dari National Institute of Mental Health, istri yang memiliki suami yang menganggur juga lebih rentan terhadap depresi dibandingkan dengan istri yang memiliki suami yang bekerja.
Hal ini dapat terjadi karena istri merasa tidak memiliki kekuatan finansial yang cukup dan tidak merasa memiliki kendali atas keuangan keluarga.
Selain berdampak kepada istri, survei yang dilakukan oleh American Psychological Association juga membuktikan bahwa anak yang memiliki ayah yang menganggur cenderung memiliki tingkat stres yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak yang memiliki ayah yang bekerja.Hal ini dapat terjadi karena anak merasa tidak tercukupi atau terlindungi secara finansial dan sosial ketika orangtuanya tidak memiliki pekerjaan yang stabil.
Hal pemicu stres yang ditimbulkan dari suami yang menganggur bisa berupa tekanan dari pihak eksternal maupun internal. Tekanan tersebut tak hanya dirasakan oleh seorang istri, namun juga suami.
Tekanan sosial yang mungkin dihadapi oleh suami yang menganggur adalah:
- Tekanan untuk mencari pekerjaan, tertekan untuk segera mencari pekerjaan baru agar dapat membantu keuangan keluarga dan tidak merasa terbebani.
- Tekanan dari keluarga dan teman, tekanan dari keluarga dan teman yang mungkin merasa khawatir, tidak setuju, atau tidak menyukai kondisi tersebut.
- Tekanan masyarakat, pandangan masyarakat yang mungkin menganggapnya tidak berguna atau tidak produktif.
- Tekanan finansial rumah tangga, tertekan oleh keadaan finansial yang terbatas dan merasa tidak mampu memenuhi kebutuhan keluarga.
- Tekanan diri sendiri (internal), merasa tidak memiliki self-esteem (harga diri) karena merasa tidak dapat memenuhi tanggung jawab sebagai kepala keluarga yang bertugas pencari nafkah.