Mohon tunggu...
Wida Puspita
Wida Puspita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Still Studying for Everything

Just Be My Self

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Rintangan Perkembangan Wakaf Indonesia

29 Agustus 2021   23:25 Diperbarui: 29 Agustus 2021   23:39 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wakaf merupakan salah satu filantropi Islam yang memiliki potensi besar untuk membantu proses pembangunan ekonomi masyarakat. Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 Pasal 5, fungsi wakaf adalah mewujudkan potensi dan merealisasikan manfaat wakaf untuk keperluan ibadah dalam rangka menciptakan kesejahteraan umum. 

Di Indonesia, potensi wakaf sangat besar mengingat Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduk muslim terbesar di dunia. Menurut Badan Wakaf Indonesia, potensi wakaf uang saja bisa mencapai  Rp180 triliun per tahun.

Disisi lain, potensi wakaf yang besar belum selaras dengan pengumpulan, pengelolaan, dan pendayagunaan harta wakaf yang tergolong masih sedikit dan belum optimal. Sehingga perkembangan wakaf pun terhambat. Dari segi otoritas, hal tersebut dilatarbelakangi oleh berbagai hal seperti lemahnya political will lembaga, sertifikasi tanah wakaf yang belum menyeluruh, sulitnya validasi data aset wakaf, maupun rendahnya kualitas SDM nadzhir yang berdampak pada kurang optimalnya pengelolaan harta wakaf. Secara tidak langsung semua permasalahan tersebut berpotensi mempertaruhkan kepercayaan publik.

Kebekuan pemahaman masyarakat perihal literasi wakaf juga menjadi faktor rintangan utama penyebab terhambatnya perkembangan wakaf. Terutama literasi mengenai jenis wakaf yang sampai saat ini masih dipahami masyarakat bahwa wakaf hanyalah berupa benda tidak bergerak seperti tanah atau bangunan. Tidak hanya itu, kontroversi pengalihan harta wakaf untuk tujuan produktif dan banyaknya harta wakaf yang belum bersertifikat akibat tradisi lisan dalam berwakaf menjadi bukti kuat rendahnya tingkat pemahaman masyarakat.

Semua permasalahan yang ada bisa diselesaikan dengan terjadinya kolaborasi kongkrit atara BWI sebagai lembaga independen yang mengembangkan perwakafan dan masyarakat yang berpotensi sebagai waqif. 

Dimana otoritas bisa terus mengalakan program-program strategis seperti penyuluhan wakaf, pembinaan lembaga wakaf (nadzhir), serta inventarisasi dan sertifikasi wakaf dalam rangka literasi dan edukasi perwakafan, peningkatan kapasitas dan kompetensi nadzir, serta harmonisasi kelembagaan dan peraturan perundang-undangan untuk menumbuhkan kepercayaan waqif. 

Sedangkan untuk masyarakat harus berkenan untuk berkontribusi menerima sosialisasi lembaga tersebut. Terutama bagi seorang waqif  harus berkenan mengikuti rukun, syarat, sertifikasi dan pendataan untuk keperluan validitas dalam rangka menghindari harta wakaf yang terbengkalai ataupun tidak produktif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun