Mohon tunggu...
Wida Puspita
Wida Puspita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Still Studying for Everything

Just Be My Self

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dinamika dan Implikasi Zakat Bagi Pembangunan Ekonomi

21 Juni 2021   00:08 Diperbarui: 21 Juni 2021   00:51 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Problematika ekonomi di Indonesia saat ini semakin kompleks dan multidimensional, khususnya dalam pelaksanaan pembangunan makro ekonomi. Isu-isu tersebut berkaitan erat dengan pengangguran dan kemiskinan yang semakin terpuruk saat dihadapkan dengan wabah Covid-19. Sedangkan hakikat konsep pembangunan ekonomi tidak hanya terletak pada pemenuhan kebutuhan (basic need) masyarakat secara lahiriyah saja melainkan ruhaniyyah.

Zakat merupakan salah satu filantropi Islam yang konsep nya secara stuktural memiliki relevansi dan mampu mendorong perekonomian masyarakat. Terbukti pada masa Khalifah Umar bin Abdul Aziz, kesejahteraan umat melalui zakat berhasil dicapai hingga sulitnya menemukan mustahik. Sedangkan di Indonesia sendiri, potensi zakat telah disadari oleh kolonialis Belanda sejak awal masuknya Islam di Nusantara pada abad ke 7 M sebagai sumber kekuatan ekonomi rakyat untuk melawan penjajah. Pencegahan pengelolaan zakat pun diupayakan Belanda untuk melemahkan perekonomian dengan memisahkan urusan negara dan agama. Tanpa sadar, hal tersebut menjadi awal dinamika zakat dalam perekonomian Indonesia dimulai.

Pada masa orde baru tahun 1968, pengumpulan zakat secara sistematis pun mulai dianjurkan oleh Presiden Soeharto, salah satunya melalui Yayasan Amal Bhakti Muslim Pancasila (YABMP) yang berhasil merealisasikan pengelolaan dana zakat menjadi pembangunan 634 masjid dengan biaya setiap mesjid berkisar 120 juta. Masjid ini tersebar di 2006 kabupaten dan 52 kotamadya yang dapat menampung 377 ribu jamaah. Selain itu, 4 rumah sakit juga dibangun di 4 kota embarkasi haji. Hal tersebut menjadi bukti bahwa zakat memiliki potensi dalam pembangunan ekonomi Indonesia sejak awal kedatangannya.

Dalam konteks kontemporer, zakat telah mengalami reformasi konsep operasional yang tidak hanya diperuntukkan bagi mustahiq 8 asnaf, melainkan sebagai upaya pemberdayaan ekonomi umat seperti pengoptimalan dana zakat di sektor produktif melalui pemberian pinjaman tanpa bunga (qard al-hasan) maupun pendirian usaha dengan mempekerjakan para fakir miskin sebagai pengelola. Tahun 2020, dana ZIS berhasil dihimpun BAZNAS sebesar Rp. 385,5 miliar dengan penyaluran sebanyak 85% untuk menangani dampak pandemi dan telah membantu 1,5 juta jiwa dalam berbagai program.

Potensi zakat yang bahkan sudah disadari oleh para penjajah sebagai salah satu komponen keuangan perekonomian negara, seperti gagasan Mr. Jusuf Wibisono tahun 1950 ini masih bisa digaungkan dengan disertai peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya zakat untuk membangun perekonomian.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun