Remaja sering kali berada di persimpangan antara keinginan pribadi dan ekspektasi orang lain. Di mana batasnya, dan bagaimana cara agar tetap bahagia tanpa kehilangan jati diri?
Hidup untuk Diri Sendiri, Bukan Untuk Likes
Di zaman di mana media sosial mendominasi, banyak remaja terjebak dalam "perang popularitas." Jumlah likes, followers, atau komentar positif seakan menjadi tolak ukur kebahagiaan dan kesuksesan. Padahal, kebahagiaan sejati tidak bisa diukur dari apa yang dilihat orang lain di layar.
Apa yang Harus Dilakukan?
Hentikan membandingkan hidupmu dengan hidup orang lain di media sosial. Ingat, apa yang ditampilkan hanyalah sisi terbaik, bukan keseluruhan cerita. Fokuslah pada dirimu sendiri dan bagaimana kamu bisa berkembang menjadi versi terbaikmu, bukan versi yang diharapkan orang lain.
Tekanan Menjadi "Sempurna"
Remaja kerap merasa tertekan untuk tampil sempurna di segala aspek---baik dari penampilan fisik, akademis, hingga kepribadian. Standar yang dipatok oleh masyarakat membuat banyak remaja merasa tidak cukup baik jika tidak sesuai ekspektasi ini. Padahal, setiap orang punya perjalanan hidup yang berbeda, dan tidak ada yang benar-benar sempurna.
Cara Melepaskan Tekanan:
- Terima bahwa ketidaksempurnaan adalah bagian dari diri manusia. Justru hal itu yang membuat kita unik.
- Alih-alih berfokus pada apa yang tidak bisa kamu capai, hargai setiap kemajuan kecil yang telah kamu buat. Sekecil apapun, itu adalah bagian dari pencapaianmu.
- Surround yourself dengan orang-orang yang mencintaimu apa adanya, bukan karena apa yang kamu miliki atau capai.
Menghadapi Ekspektasi Orang Tua dan Masyarakat
Remaja sering merasa dibebani oleh harapan orang tua yang menginginkan mereka menjadi ini atau itu. Harapan ini, meski dilandasi cinta, bisa menjadi pedang bermata dua yang menekan remaja untuk memenuhi impian yang bukan miliknya. Pada akhirnya, banyak yang merasa terjebak dalam jalur yang tidak mereka pilih sendiri.
Solusi: