Mohon tunggu...
Arief Widagdo
Arief Widagdo Mohon Tunggu... -

A fool who spill too much of his life, will end in a short life. A Paranoid who share too little of his life, will end-up locked inside his/her mind. I am what i am, Visit my Website www.Ariefwidagdo.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Penjara canggih di belakang Layar

23 Januari 2012   14:19 Diperbarui: 25 Juni 2015   20:32 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Sore di hari senin yang suram saya lewati dengan menaiki Busway jurusan Kalideres, ini adalah salah satu kegiatan(iseng) yang saya lakukan sesekali. Untuk apa? Semata-mata karena salah satu hobi saya yang (agak) nyeleneh adalah mengamati kehidupan di masyarakat. Seperti biasanya busway begitu sesak dengan pekerja yang baru pulang kantor, sehingga saya harus berdiri.

Diantara penumpang yang turut berdiri ada satu wanita yang menarik perhatian saya, bukan karena fisiknya lho tetapi karena apa yang sedang ia lakukan : "Guess what?" kata orang Jawa mah. Ditengah orang yang desak-desakan tak karuan, dengan santainya ia bermain Hape! Kontan saya bingung, kepala saya dipenuhi berbagai pertanyaan. Buat apa kali main hape di busway sambil berdiri-berdiri pula, kayak gak ada nanti aja pikir saya. Perjalanan terus berlalu, sesekali saya intip gadis muda tadi apakah masih sibuk memainkan hape dan ternyata masih! Dan yang membuat mulut saya semakin ternganga adalah ia melihat hapenya sambil senyum-senyum sendiri, sembari kaget saya mencoba menenangkan perasaan saya. Bukankah senyum sendiri merupakan gejala psikologis yang menunjukkan ketidakstabilan mental? Entah, saya hanya berharap wanita muda tadi tidak ngamuk secara tiba-tiba.
Beberapa waktu berlalu dan bus sudah hampir sampai terminal kalideres, di salah satu Halte (halte indosiar kalau tidak salah)ada seorang nenek masuk ke busway, sejenak setelah masuk si nenek kebingungan mencari tempat duduk yang kosong. Pandangannya tertuju ke seorang pemuda tanggung, saya perhatikan si pemuda, tampaknya si pemuda masih kuat berdiri kalo dibandingkan nenek tadi.

1 detik, 2 detik saya menunggu pemuda tadi berdiri memberi tempat duduknya ke si nenek, tetapi apa yang terjadi? Pemuda tadi malah mengeluarkan hapenya dan menunjukan gejala gangguan mental yang sama (senyum sendiri ke hape). sementara si nenek kasian berdiri, mungkin sebal sinyal-sinyal yang ia kirim ke pemuda tadi tidak ditangkap. Akhirnya salah seorang ibu-ibu (guru dari pakaiannya) menegur pemuda tadi. "dek, itu kasih tempat duduknya", kata si Ibu sambil menunjuk si nenek. Si pemuda segera beringsut dengan muka cemberut, mungkin hatinya komat-kamit menahan sebal. Apa istilahnya? BT kalau tidak salah.
Si nenek mengucapkan terima kasih karena sudah diberi tempat duduk sementara si pemuda mengacuhkannya. Beberapa menit kemudian si pemuda sudah sibuk dengan hapenya. Saya menghela nafas, belakangan saya berspekulasi si pemuda curhat ke pacarnya seperti ini, "Sayang, tadi aku diusir nenek-nenek di Busway, sebel dech".
Mungkin saya terlalu katrok dan tidak mengikuti perkembangan Teknologi, tapi yang jelas saya pun tidak mau jadi budak Teknologi. Hidup saya (dan seharusnya juga anda)bukan dibalik layar hape yang kecil dan sempit, hidup kita diluar sana, menunggu untuk dijemput. Sekarang kembali kepada kita, apakah kita mau menjemput hidup yang luas atau hidup yang sempit dibalik jeruji teknologi? Semua kembali kepada kita

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun