Siang ini wajah Fany berseri-seri. Hatinya berbunga-bunga. Anak pendiam itu tampak berubah dari biasanya.
“Tumben hari ini kamu ceria Fan.”
“Iya dong, Fany gitu lho.”
“Emangnya kenapa Fan.”
“Nilai PAS aku semua di atas 84, artinya aku nggak bakalan diomelin ama ortuku.”
“Oh itu penyebabnya.”
“Iya, udah gitu aku bakalan dibeliin HP baru, gimana nggak senang coba?”
Cerita Fany mungkin dialami juga oleh anak-anak sebayanya. Faktanya dalam satu kelas biasanya terdapat antara 6-8 anak bertipe kinestetik bahkan bisa lebih. Seperti di kelas 8B yang kebetulan Pak Jono sebagai wali kelasnya. Ebil, Kelvin, Bima, Lingga adalah anak-anak yang memiliki kecenderungan belajar dengan banyak bergerak.
Jika di dalam kelas guru menjelaskan tema pembelajaran hanya dengan berceramah boleh jadi mereka akan membuat ulah, iseng. Mungkin dengan menghentak-hentakkan kakinya. Menjentik-jentikkan jarinya. Memainkan alat tulisnya. Berjalan-jalan di kelas, bahkan mengganggu teman duduk yang dekat dengannya. Keisengannya itu disebabkan karena ia mulai “bete.”Ia kesulitan menangkap apa yang disampaikan oleh gurunya.
Tadinya Fany juga seperti itu. Tetapi jauh-jahuh hari sebelum PAS dimulai, Fany curhat habis-habisan ke guru BK. Intinya ia merasa kesulitan dalam belajar. Atas saran guru BK-nya Fany diminta mengubah cara belajarnya. Tadinya ia mengandalkan kemampuan berpikirnya. Ia mencatat hal-hal penting pada kertas kecil yang sudah dijilidnya. Kemudian ia membaca dan menghafalnya. Berkali-kali hal ini ia lakukan ternyata hasil ulangannya sama saja. Belum memuaskan. Hampir semua pelajaran yang diujikan ia harus mengulang.
Lantas bagaimana Fany bisa “keluar” dari cara belajar yang selama ini ia kalukan? Rupa-rupanya sekarang ia punya teman belajar. Ia selalu belajar bersama teman-temannya itu. Tidak banyak sih teman belajarnya hanya 2, yaitu Ros dan Surya.