Minggu pagi. Rintik hujan turun sejak pagi. Kupacu kuda besiku berlari. Berlari tuk mengikuti lomba menyanyi. Sesampai di lokasi, peserta lain sudah menanti. Sementara yang lain masih mengantri. Mengambil nomor undian di sebelah meja juri.
Bertempat di Prasada  Suprobo  penulis mengikuti lomba menyanyi lagu lawas. Perasaan penulis pun was-was. Beberapa peserta laki-laki tampil rapi dan berjas. Terdapat lebih dari 30 lagu lawas yang bisa dipilih pada lomba tersebut dari berbagai genre musik. Penulis memilih lagu keroncong Dinda Bestari. Pembawa acara memanggil, musik mengiringi langkah kaki penulis menuju pentas. Band pengiring memulai intro. Penulis bersiap siap. Mengatur nafas, mengalun lembut:
hati tenang melamun
oh dinda juwitaku
ingat beta riwayat yang dulu
waktu beta bertemu
Tepuk tangan penonton membahana. Jepretan kamera silih berganti. Fotografer mematung mengabadikan video.
Layaknya sebagai tuan rumah sebenarnya Suprobo cukup duduk tenang di kursi goyang. Tetapi hal tersebut tak berlaku untuk beliau. Mobilitasnya sangat tinggi, nyaris tanpa henti menyambangi pemain musik, peserta lomba, tamu-tamu undangan dan para kolega. Sepanjang lomba diadakan berkeliling dari satu tempat ke tempat lain sembari menenteng sebotol sari tebu murni ukuran 500 ml. Nah yang terakhir ini yang membuat penulis merasa tersandung, eh tersanjung. Tahu kenapa? Karena beliau penggemar sari tebu murni, dan sari tebu murni tersebut kiriman dari penulis pada malam sebelum lomba. Hehehe...
Lomba menyanyi lagu lawas memperebutkan Piala Suprobo diadakan dalam rangka memperingati hari kemerdekaan republik Indonesia. Suprobo sebenarnya adalah seorang pelukis. Pelukis beraliran realis yang karya-karyanya mudah dicerna dan banyak dikoleksi kaum urban. Beliau sangat peduli dengan segala hal yang berbau seni. Hampir tiap hari Sabtu dan Minggu pertunjukan band diadakan di tempat tersebut. Jika sahabat Kompasianer jalan-jalan di sekitar Renijaya, Pondok Petir, Pamulang, mampirlah. Dijamin betah.
Dalam karya-karyanya, Suprobo sering menampilkan obyek lukisan manusia dalam berbagai perilaku di atas kanvas besar yang menyisakan bidang kosong luas mengitari obyeknya. Mengapa begitu? Pada suatu kesempatan beliu berkata, "Dengan bidang kosong yang luas perhatian orang jadi fokus pada obyek lukisan." Hem, Suprobo memang nyentrik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H