Permasalahan kemiskinan terus meningkat dari waktu ke waktu dan dapat mempengaruhi berbagai aspek kehidupan termasuk aspek kesehatan. Kualitas kesehatan yang belum seimbang antar kelompok masyarakat yaitu masyarakat miskin, menengah, dan atas merupakan contoh nyata dari rendahnya kualitas kesehatan di Indonesia. Permasalahan ini juga akan dikait-kaitkan dengan tingkat pelayanan kesehatan yang ada di Indonesia.Â
Ungkapan "orang miskin dilarang sakit" sudah akrab ditelinga kita, contohnya pada tahun 2013 terdapat kasus seorang kakek yang diturunkan dari ambulans karena tidak ada biaya hingga ia menghembuskan napas terakhirnya. Kasus lain yang sama mirisnya yakni seorang bayi yang lahir premature meninggal dunia akibat rumah sakit yang menolak.
World Health Organization atau biasa disingkat dengan WHO telah mendefinisikan bahwa kesehatan adalah investasi, hak dan tanggung jawab setiap orang. Hal tersebut juga tertuang dalam Pasal 28 ayat (3) Undang- Undang Dasar 1945 selanjutnya disingkat dengan (UUD NRI) dan Undang-undang nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan selanjutnya disingkat dengan (UUK), menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan fasilitas kesehatan.
Setiap masyarakat berhak mendapatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang baik, namun apakah masyarakat miskin sudah mendapatkan pelayanan yang baik saat ini? pemerintah sebagai institusi tertinggi yang bertanggung jawab dalam penyediaan sarana pelayanan kesehatan, serta adanya kebijakan-kebijakan yang mengatur terkait kesehatan menyatakan bahwa negara juga turut bertanggung jawab dalam memenuhi hak hidup sehat bagi seluruh lapisan masyarakat termasuk masyarakat miskin.
Dalam bentuk memenuhi hak rakyat miskin sebagaimana tercantum dalam konstitus dan Undang-undang rumusan UUD 1945 pasal 28 H dan UU no 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan, dan Negara yang bertanggung jawab mengatur agar terpenuhi hak hidup sehat bagi masyarakat miskin dan tidak mampu. Untuk meningkatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dan kurang mampu, pemerintah melaksanakan program BPJS (Badan Penyelenggara Jaminan Sosial) yang bertujuan untuk membantu masyarakat miskin dan kurang mampu mengatasi masalah kesehatan.
BPJS merupakan salah satu langkah yang dilakukan untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan. Program ini ditujukan untuk meringankan beban masyarakat agar dapat memperoleh fasilitas kesehatan yang baik, walaupun sudah ditemui bantuan layanan kesehatan berupa BPJS.Â
Namun hal ini tidak menjadikan pelayanan kesehatan di Indonesia sudah berjalan dengan baik, karena masih banyaknya masyarakat yang mengalami kesulitan, seperti pelayanan yang berbelit-belit, kurangnya ketersediaan obat untuk pasien yang menggunakan kartu BPJS, serta sistem rujukan dan sistem rawat inap yang dinilai masih belum berjalan dengan baik.
Berdasarkan data pelayanan medik tahun 2017, masih ditemukan adanya laporan-laporan yang berisi keluhan tentang kurangnya pelayanan dari pertugas terhadap pasien yang menggunakan kartu BPJS, seperti kurang ramah karena menganggap yang mengunakan kartu bantuan ini berasal dari kalangan bawah.
Menurut Parasuman et.al (1988) bahwa kinerja dan mutu pelayanan, atau yang sering kita dengar sebagai mutu, merupakan faktor terpenting dalam mencapai kepuasan pasien. mutu pelayanan merupakan konsep pengukur mutu pelayanan yang terdiri dari lima dimensi yaitu: kehandalan (Reliability), ketanggapan (Responsiveness), keyakinan atau jaminan (Assurance), perhatian (Emapthy) dan tampilan fisik atau berwujud (Tangibles). Berdasarkan kelima dimensi tersebut diketahui ada kesenjangan atau tidak terdapat kesenjangan, apakah terdapat pengaruh pada kelima dimensi kualitas pelayanan yang paling besar pengaruhnya terhadap kepuasan pasien.
Realita di lapangan mengenai layanan kesehatan dapat dilihat masih belum sesuai dengan yang seharusnya. Keluhan yang disampaikan oleh masyarakat menjadi bukti bahwa pelayanan terhadap masyarakat miskin masih belum berjalan dengan baik. Akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan masih bergantung kepada kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Namun, kebijakan yang ada juga masih tergolong kurang efektif dalam membantu masyarakat dalam memenuhi kebutuhan pelayanan kesehatan.
Menurut Sukri Pallaturi (2010) dalam buku Kesehatan itu Politik terdapat dua hal yang harus diperhatikan untuk efektifitas layanan kesehatan yaitu jaminan akses dan mutu pelayanan. Aspek-aspek ini saling berhubungan, karena yang didapatkan sejauh ini hanya jaminan akses namun mutu pelayanan yang didapatkan belum sesuai dengan standar yang berlaku.