Mengikuti kata hati, bukan perkara mudah untuk melakukannya. Ketika bisikan hati itu begitu lirih dan tak cukup jelas untuk dituruti keinginannya, bagaimana diri ini akan mengikuti ke arah mana yang dia inginkan. Memang benar, kata hati selalu jujur dan berusaha menunjukkan jalan terbaik yang harus kita ambil, tapi terkadang kita melupakan hal itu dan lebih mendewakan nafsu tanpa mengikutsertakan logika dalam mengambil sebuah keputusan, sehingga yang terjadi adalah kegelisahan yang tak terdeteksi apa penyebab pastinya. Begitukah manusia, yang selalu dimaklumi sebagai makhluk yang tak sempurna? Banyak sebagian orang yang menjadikan alasan klasik tersebut sebagai pembatasan diri dalam melakukan suatu hal yang sebenarnya ia mampu melakukannya dengan usaha yang lebih di atas rata-rata orang lain, tapi karena persepsi itu mereka berpikir bahwa sebatas ini saja yang bisa mereka lakukan untuk mendapatkan sesuatu.
Dalam bahasan yang lebih mengerucut, kita biasa menyebutnya dengan satu kata yang penuh makna, Cinta. Takkan pernah habis kata untuk membahasakan satu kata sederhana ini. Semua orang bisa mengartikannya dengan bahasa yang berbeda, tapi tidak semua orang bisa memahami hakikat cinta yang sebenarnya. Cinta selalu dekat dengan hati, karena memang tempat bersarang cinta dalam hati manusia yang siap disinggahi. Terlalu sempit ketika seseorang hanya mengira cinta itu berwarna pink, lalu pertanyaanya apakah benar cinta itu berwarna? Setiap simbol cinta selalu dilambangkan dengan bentuk waru, padahal bisa saja cinta dilambangkan dalam bentuk lain. Namun lagi-lagi persepsi orang tentang cinta selalu digambarkan dengan bentuk waru yang berwarna pink atau merah. Pola pikir yang seperti inilah yang sulit dirubah. Dan hal itu juga terjadi pada kekuatan diri. Ketika satu sugesti telah terpatri dalam hati maka akan sulit mengubahnya dengan sugesti yang baru. Meskipun bisa tapi perlu waktu lama untuk menggantinya.
Semua butuh pembiasaan, walau harus diawali dengan sedikit paksaan, tapi itulah yang akan membuat perubahan pada pola pikir kita, bahwa segala sesuatu terlalu luas untuk dijelaskan dengan hanya satu kata, satu kalimat, satu paragraf, bahkan mungkin satu buku sekalipun takkan mampu menguraikan segalanya. Begitulah... sedalam-dalamnya lautan tetap dapat diselami, tapi sedalam apa perasaan itu hadir, takkan ada yang bisa membuatnya mengerti dengan bahasa yang sederhana. Dan bagaimana perasaan itu harus dijaga, tak semua orang dapat melakukannya. Terkadang kita terlalu mudah mengumbar rasa yang kita anggap lumrah menjadi sesuatu yang mubah. Perasaan yang kita anggap wajar menjangkit setiap insan tapi nyatanya menjadi sesuatu yang tak baik untuk diumbar. Apalagi untuk kaum hawa, hati kita rapuh. Iman kita mudah lumpuh, maka tetaplah teguh. Tetaplah menjadi pribadi tangguh menjaga kehormatan diri. Jangan biarkan setan-setan itu mengelana mempermainkan  kelemahan kita, karena ia takkan pernah berhenti menggoda kita bahkan saat nafas  terlepas dari raga kita, setan akan terus mengintai sampai ia benar-benar mendapatkan apa yang dia inginkan. Tau kan apa keinginan terbesarnya? Apalagi kalau bukan untuk menemaninya di tempat yang paling buruk, tempat peristirahatan terakhir yang penuh siksaan dan azabNya. Na'udzubillah....
Maka wahai Muslimah, marilah kita berusaha menjaga hati ini. Menjaga dari segala titik hitam yang dapat menghilangkan cahaya KasihNya. Tetaplah istiqomah, Insya Allah barakah..... Lillah... :)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H