Per tanggal 26 Juni yang lalu venue musik terbesar di Asia Tenggara yang terletak di Ancol, Jakarta resmi ditutup. Tentunya ini merupakan kehilangan besar bagi promotor dan penikmat musik tanah air. Tanpa venue berkapasitas besar, harga tiket pun meningkat.
Setelah mengalami polemik berkepanjangan dalam beberapa minggu terakhir, terutama terkait dengan keharusan memiliki “izin gangguan”, Henry Yosodiningrat selaku kuasa hukum, sekaligus mewakili pemegang saham PT. Mata Elang International Stadium (MEIS) memutuskan untuk menutup dan menghentikan seluruh kegiatan di ruang seluas 13.095 meter persegi, yang bertempat di lantai tiga, empat, dan lima Mal ABC (Ancol Beach City). Langkah ini berawal dari dua pertunjukan terakhir di MEIS, yakni ONE Fighting Championship (pertunjukan Mixed Martial Art) pada tanggal 14 Juni dan Shinee III Concert (pertunjukan musik) pada 22 Juni yang sudah mengantongi izin, namun mendadak ditarik karena tidak memiliki izin Undang-Undang Gangguan.
Aldo dari 7 Kings Entertainment yang mendatangkan ONE Fighting Championship mengungkapkan saat itu merupakan pengalaman terburuknya mengadakan pertunjukan di MEIS. “Sebelumnya saya mendatangkan konser musik rock Alter Bridge, tidak pernah ada masalah di perizinan. Untuk ONE Fighting Championship saya juga sudah melaksanakan semua prosedur perizinannya, tapi dua hari sebelum pertunjukan, izin itu ditarik karena belum ada izin gangguan. Untung saya banyak dibantu pihak MEIS, mulai dari Pak Hendra Lie dan Pak Henry untuk meeting di Polres sampai malam. Karena acara ini skalanya internasional, kalau sampai diberitakan diselenggarakan tanpa izin, dampaknya akan sangat buruk bagi penyelenggaraan event di Indonesia,” terangnya.
Dukungan penuh dari pihak MEIS bukan tanpa alasan. Karena menurut hukum, sesuai dengan Hinder Ordonantie No.226 tahun 1926 sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Staatblad No.450 tahun 1940 yang dikenal dengan UU Gangguan, dihubungkan dengan Perda DKI Jakarta No. 15 tahun 2011, dihubungkan pula dengan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta No. 101 tahun 2013, tidak ada kewajiban dan atau keharusan bagi PT MEIS untuk memiliki izin gangguan. “Terlebih lagi kegiatan itu berada di kawasan Ancol yang peruntukkannya memang untuk pariwisata, sehingga tidak menimbulkan gangguan bagi kesehatan, keselamatan, ketentraman, dan atau kesejahteraan terhadap kepentingan umum secara terus-menerus. Dan kegiatan itu tidak pula menimbulkan intensitas gangguan baik besar maupun kecil bagi masyarakat sekitarnya,” terang Henry. “Bahwa kalaupun diperlukan izin gangguan, justru PT. WAIP (Wahana Agung Indonesia Propertindo) selaku pihak yang mengelola, yang mengoperasikan bangunan milik PT. PJA (Pembangunan Jaya Ancol), yang menyewakan ruang kepada kami (PT. MEIS) yang seharusnya memiliki izin gangguan, ketika akan membangun Ancol Beach City, dengan mengajukan kepada Sat Pol PP yang dilampiri bukti pemilikan tanah atas nama PT. PJA, serta Surat Layak Fungsi yang dikeluarkan oleh Dinas P2B,” tambahnya.
Linda Banowati selaku Direktur Operasional PT. MEIS juga membenarkan, “Dari sebelas persyaratan administrasi pengurusan izin gangguan, tiga yang utama, yakni izin IMB, Sertifikat Laik Fungsi, dan PBB itu bukan milik kami, jadi dasarnya memang tidak ada. Dikatakan juga kita tidak memiliki jalur evakuasi, dan lain-lain yang sebetulnya kita punya, namun terus dicari-cari kesalahan yang belum ada peraturannya.” Dalam konferensi pers tersebut, Henry juga mengungkapkan fakta lain kalau ternyata PT. WAIP sempat mengajukan revisi kontrak baru, dimana PT. MEIS wajib memberikan 8 tiket VIP dan biaya sebesar 250 juta per konser, yang tentunya ditolak karena akan sangat memberatkan pihak promotor. “Dalam draft kesepakatan baru itu PT. WAIP juga ingin mengatur pemasangan umbul-umbul, baliho, sampai spesifikasi bahan yang digunakan. Sejak itulah isu izin gangguan ini mulai dihembuskan, akses bongkar muat pertunjukan mulai dihalangi dan dipersulit,” terangnya. “Awalnya memang tidak langsung 250 juta. Tapi mulai dari 25, 75, 150, terus naik sampai 250 juta. Dikatakan itu merupakan biaya yang harus dibayar untuk pemanfaatan ruang untuk tiket booth dan akses pengunjung naik ke lantai 3-5 di Mal ABC,” tambah Linda.
Setelah penutupan ini, pihak MEIS langsung menuntut balik Fredie Tan alias Awi, selaku Direktur PT WAIP yang ditengarai sebagai pihak yang memulai konflik ini, juga karena bangunan yang disewakannya tidak memiliki izin gangguan, dan telah merugikan MEIS sebagai penyewa jangka panjang di Ancol Beach City. MEIS sendiri sebenarnya sudah memiliki kontrak selama 25 tahun yang berlaku sampai tahun 2037, dan telah menanam investasi besar untuk audio system di ruang konser tersebut. Imbas dari penutupan ini adalah dibatalkannya 12 kegiatan, termasuk konser musik yang sudah terjadwal sampai akhir tahun 2014. Penutupan dan pembatalan konser ini juga disayangkan oleh Abdee Slank. Saat TV sudah sulit memberikan kebebasan berekspresi, karena sudah lebih banyak unsur komedinya, ditambah lagi dominasi pertunjukan minus one (musik sudah direkam terlebih dulu), para artis membutuhkan panggung pertunjukan yang sesungguhnya untuk berinteraksi dengan penggemar.
“Di Indonesia belum ada venue khusus pertunjukan musik yang kapasitasnya diatas 10 ribu. Agar industri musik bisa tetap berkembang, angka diatas 10 ribu itu penting untuk mengatasi biaya produksi yang besar. Semakin banyak penonton, semakin murah tiketnya, dan lebih terjangkau, bisa dinimkati lebih banyak orang,” ungkap gitaris Slank yang juga memproduseri grup rock Seurieus. Dalam wawancara sebelumnya dengan Hendra Lie, Presiden Direktur Mata Elang ini sudah mengungkapkan rencananya membangun sejumlah properti yang terintegrasi di Jakarta dan Bali. Tidak tanggung-tanggung, dalam area dan bangunan yang akan dimiliki sendiri oleh Mata Elang tersebut, akan dibangun tiga MEIS baru (dua di Bali dan satu di Jakarta) sebagai pengganti MEIS Ancol. “Bali diharapkan sudah bisa beroperasi di 2015, sedangkan Jakarta yang jauh lebih luas, diharapkan bisa beroperasi di 2016,” ungkapnya pada Majalah Venue di bulan November 2013. Namun kini, tentunya setelah MEIS ditutup, pembangunan MEIS pengganti di Jakarta akan dipercepat. Sumber gambar : dok. pribadi & @MEIS (MEIS_ID)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H