Pagi itu, suasana di sekolah terasa berbeda. Kelas tampak lebih ramai dari biasanya, dengan bisik-bisik siswa membicarakan ini dan itu. Di tengah keramaian itu, seorang pemuda berjalan dengan ragu-ragu. Dia adalah Andi, murid pindahan dari kota lain. Rambutnya yang agak acak-acakan dan wajahnya yang tampak cemas menunjukkan bahwa dia belum terbiasa dengan lingkungan barunya.
Andi berjalan menuju kelas barunya dengan kepala menunduk, mencoba menghindari tatapan penasaran dari siswa-siswa lain. Begitu masuk ke kelas, dia memperkenalkan diri dengan singkat di depan teman-teman barunya dan duduk di bangku kosong belakang.
Di sinilah Andi pertama kali melihat Rina. Dia duduk di barisan depan, dengan wajah yang pucat namun ceria. Rambutnya panjang tergerai, senyumnya yang lebar membuatnya tampak berbeda dari siswa yang lain. Andi merasa tertarik padanya, tapi dia tidak tahu bagaimana cara mendekatinya.
Hari-hari berlalu, dan Andi mulai beradaptasi dengan sekolah barunya. Namun, rasa penasarannya terhadap Rina terus tumbuh. Suatu hari, kesempatan itu datang ketika guru mengumumkan bahwa mereka akan bekerja dalam kelompok untuk proyek kelas. Andi dan Rina berada dalam kelompok yang sama.
Andi merasa gugup saat mendekati Rina. "Hai, namaku Andi," sapanya sambil tersenyum.
Rina membalas senyumannya. "Hai, aku Rina. Senang bertemu denganmu!"
Mereka mulai belajar bersama, dan Andi merasa semakin nyaman berbicara dengan Rina. Dia menyadari bahwa Rina adalah gadis yang cerdas dan penuh semangat, meskipun tubuhnya tampak lemah. Andi penasaran dengan keadaan Rina, tapi dia tidak ingin menyinggung perasaannya.
Suatu hari, setelah selesai kerja kelompok, Andi dan Rina duduk di taman sekolah. Andi akhirnya memberanikan diri untuk bertanya. "Rina, kalau boleh tahu, kenapa kamu terlihat sering kelelahan?"
Rina menghela napas dan menatap Andi. "Aku punya penyakit jantung. Dokter bilang hidupku tidak akan lama lagi."
Andi terdiam, terkejut dengan jawaban Rina. Dia tidak tahu harus berkata apa. "Maaf, aku tidak tahu..."