Mohon tunggu...
Abdul Muis Ashidiqi
Abdul Muis Ashidiqi Mohon Tunggu... Freelancer - Content Writer

Seorang sarjana sains dari Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang. Memiliki minat dalam bidang desain grafis dan kepenulisan, dalam bidang desain, telah berhasil meraih beberapa pencapaian, antara lain sebagai juara favorit lomba desain poster di Ikatan Himpunan Mahasiswa Biologi Indonesia (2020) dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (2015).

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Takdir Kedua di Dunia Lain

3 Juli 2024   09:12 Diperbarui: 3 Juli 2024   09:28 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di sudut kota yang sibuk, seorang pria bernama Dimas menjalani hari-harinya dalam keputusasaan. Dia adalah seorang pengangguran, terus-menerus dihantui oleh rasa gagal yang mendalam. Di usianya yang sudah tidak muda lagi, Dimas merasa hidupnya telah berlalu tanpa makna. Setiap hari dia bangun dengan harapan yang pudar, berusaha mencari pekerjaan yang bisa memberinya sedikit harapan, namun selalu berakhir dengan penolakan.

Hidupnya terasa begitu menyedihkan dan tidak berarti. Dimas merasa tidak ada lagi yang bisa dia lakukan untuk memperbaiki keadaannya. Malam itu, dengan hati yang hancur, dia berjalan di jalanan yang penuh dengan gemerlap lampu kota. Hujan turun perlahan, menambah kelam suasana hatinya. Dalam pikirannya, Dimas hanya bisa memikirkan penyesalan. Penyesalan karena tidak dapat memenuhi harapan keluarganya, penyesalan karena tidak dapat meraih impian-impiannya, penyesalan karena tidak dapat hidup dengan bahagia.

Langkah Dimas terhenti di pinggir jembatan yang menghubungkan dua bagian kota. Pandangannya kosong, memandang ke bawah, ke arah sungai yang mengalir deras. Tanpa berpikir panjang, dia melangkah ke tepi, dan sebelum dia menyadarinya, tubuhnya sudah melayang di udara, jatuh ke dalam kegelapan yang dingin.

Ketika Dimas membuka matanya, dia menemukan dirinya di tempat yang sama sekali berbeda. Bukannya merasakan dingin dan basahnya air sungai, dia merasa hangat dan nyaman. Di sekelilingnya, ada padang rumput hijau yang luas, langit biru yang cerah, dan suara burung-burung berkicau riang. Dia terkejut, bingung, dan merasa seolah-olah semua yang terjadi sebelumnya hanyalah mimpi buruk.

Dimas segera menyadari bahwa dia telah bereinkarnasi ke dunia lain. Yang lebih mengejutkan lagi, dia masih menyimpan semua ingatan dari kehidupannya yang sebelumnya. Setiap penyesalan dan rasa sakit, semuanya masih jelas terpatri di dalam benaknya. Namun, di dunia baru ini, dia merasa ada harapan, kesempatan baru untuk menjalani kehidupan yang lebih baik.

Dia mulai menjelajahi dunia ini, bertemu dengan orang-orang baru dan makhluk-makhluk ajaib. Dimas mulai belajar bertani, merawat hewan, dan bahkan mempelajari seni bela diri untuk melindungi dirinya dan orang-orang yang dia sayangi. Setiap hari, dia bekerja keras dan berusaha memberikan yang terbaik, tidak ingin mengulang kesalahan yang sama seperti di kehidupan sebelumnya.

Waktu berlalu, dan Dimas menjadi bagian penting dari desa tersebut. Dia membantu membangun rumah-rumah baru, mengajarkan keterampilan yang dia pelajari kepada penduduk desa, dan selalu siap membantu siapa pun yang membutuhkan. Keberadaannya membawa perubahan positif bagi desa itu, dan penduduk desa mulai menganggapnya sebagai pahlawan mereka.

Tahun-tahun berlalu, dan desa tempat Dimas tinggal terus berkembang menjadi komunitas yang harmonis. Dimas menjadi sosok yang dihormati dan dicintai oleh semua penduduk desa. Namun, yang paling berharga bagi Dimas adalah keluarganya. Di dunia baru ini, dia bertemu dengan seorang wanita cantik dan penuh kasih bernama Laila. Mereka saling jatuh cinta, dan kemudian menikah.

Dimas dan Laila menjalani kehidupan yang penuh kebahagiaan dan cinta. Mereka memiliki dua anak, seorang putra yang bernama Arka dan seorang putri yang bernama Sari. Kehadiran keluarga kecilnya membawa kegembiraan dan makna yang dalam bagi hidup Dimas. Dimas membimbing Arka dan Sari dengan penuh cinta dan pengertian, mengajarkan mereka tentang pentingnya kerja keras, keberanian, dan kebijaksanaan. 

Waktu terus berjalan, dan Dimas memasuki masa tuanya dengan tenang dan damai. Dia sering duduk di taman rumahnya, memandangi anak-anak dan cucu-cucunya bermain dengan riang. Laila selalu di sisinya, memberikan dukungan dan cinta tanpa henti. Bersama-sama, mereka menikmati setiap momen dalam kehidupan mereka, saling menguatkan dan mencintai dengan sepenuh hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun