Di tepi malam, kelam bayangnya,
Puisi takdir yang tak terelakkan,
Kematian, tarian terakhir kita,
Menghadap waktu, panggilan abadi.
Dalam senja kelabu, langit menangis,
Air mata pelangi, berjatuhan pilu,
Hening, kerinduan tak terungkap,
Kematian, puisi yang bisu.
Takdir hitam di ujung perjalanan,
Pergi dengan angin, tak terdengar langkah,
Pintu gerbang tanah abadi terbuka,
Menyambut jiwa yang pulang, berlalu.
Dalam gelap, bintang-bintang berkabung,
Menghias langit, seribu cerita berakhir,
Namun dalam keheningan malam,
Bibirmu diam, seribu kisah tercipta.
Kematian, bukan akhir segalanya,
Hanyalah awal di alam yang tak terlihat,
Bagaikan bunga yang layu,
Tetapi benihnya hidup dalam keabadian.
Ketika matahari redup dalam senja,
Maka engkau akan bersua dengan keabadian,
Pergilah dengan anggun, jiwa yang terbang,
Menuju cahaya yang abadi, tak terhingga.
Kematian, puisi yang tak bisa diucapkan,
Kisah tanpa kata, perpisahan yang terhormat,
Namun di setiap akhir, ada awal yang baru,
Sebuah perjalanan abadi di balik tirai waktu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H