Mohon tunggu...
Wibowo Anggoro
Wibowo Anggoro Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik

Siapa Korban Dalam Tindak Pidana Korupsi?

29 April 2016   14:00 Diperbarui: 29 April 2016   14:58 433
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Suap, sumber foto : Liputan6.com

Kedudukan saksi dan korban merupakan komponen penting dalam sebuah kasus dalam mengadili satu tindak pidana. Bahkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) “menggaransi” keselamatan saksi dan korban pada proses peradilan yang juga tertuang dalam Undang-Undang nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.

Jika kita membahas korban dalam tindak pidana umum seperti pencurian, penganiayaan, dan sebagainya, kita bisa dengan mudah menyimpulkan siapa yang menjadi korban. Tapi jika kita berbicara soal tindak pidana korupsi, maka timbul pertanyaan siapa yang menjadi korban? Untuk menjawabnya tentu kita harus mengerti pengertian korupsi menurut Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 yang menyatakan bahwa korupsi adalah setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Jika kita membaca pengertian tersebut, yang seharusnya menjadi korban dalam sebuah kasus korupsi adalah negara. Untuk lebih jelasnya kita ambil contoh kasus korupsi yang sedang ramai diperbincangkan di masyarakat karena tengah mendapat sorotan media, yaitu kasus percobaan penyuapan kepada oknum jaksa yang diduga dilakukan oknum PT Brantas Abipraya yaitu Sudi Wantoko ,yang menjabat sebagai Direktur Keuangan, dan Dandung Pamularno, yang menjabat sebagai Manajer Pemasaran. Mereka berdua ditangkap tangan bersama seorang bersama Marudut yang diduga sebagai perantara jaksa di Kejati DKI.

Berdasarkan keterangan KPK, Sudi Wantoko telah melakukan korupsi dalam proyek iklan reklame PT Brantas Abipraya tahun 2011-2012 silam, namun dugaan korupsi ini pun masih simpang siur karena sesungguhnya perusahaan BUMN tersebut tidak pernah mengeluarkan uang sebanyak Rp 7,2 miliar untuk pembuatan reklame.

Jika kita membaca di media baik online, cetak, dan elekronik, maka seakan-akan yang melakukan korupsi adalah PT Brantas Abipraya. Padahal, faktanya PT Brantas Abipraya yang dirugikan oleh Direktur Keuangan dan Manejer Pemasaran mereka yang sudah dicopot dari jabatannya. Berdasarkan UU Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 1 ayat (3) yang menyatakan “Korban adalah orang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana”, maka pasal tersebut sudah menjelaskan bahwa kerugian ekonomi yang diderita oleh PT Brantas Abipraya yang menjadi satu-satunya korban dari aksi oknum-oknum yang ada di dalamnya.

Lebih problematik lagi, sebelum tertangkap KPK, demi menyelamatkan dirinya mereka meminjam uang perusahaan sebanyak Rp 2,5 miliar untuk menyuap orang yang diduga perantara dari Kejati DKI tersebut. Oleh karena itu, sebagai korban, PT Brantas Abipraya wajib hukumnya untuk memberikan kesaksian untuk menjerat oknum yang telah ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK.

Kasus PT Brantas Abipraya ini hanya salah satu kasus yang menimpa lembaga negara atau BUMN lainnya. Tulisan ini ditujukan agar tidak ada salah penafsiran masyarakat terkait pelaku korupsi dan korbannya. Pengertian korupsi berdasarkan konstitusi kita pun mengarah pada per seorangan, bukan kepada institusinya yang belum tentu semua orang disana melakukan hal yang sama dengan oknum-oknum tersebut.

Satu hal yang pasti, jika ada kasus korupsi, jelas yang dirugikan adalah masyarakat. Oleh karena itu, KPK dan lembaga penegak hukum lain tidak boleh toleran terhadap kasus korupsi yang merupakan extra ordinary crime atau kejahatan luar biasa ini. Selain itu, saksi dan korban kasus korupsi pun harus dilindungi, bukan hanya dalam hal keamanan namun dalam hal nama baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun