[caption id="attachment_129986" align="aligncenter" width="300" caption="Topeng Lengger Foto:Wibisonotegar"][/caption]
Lengger merupakan salah satu kesenian tradisional khas banyumasan yang perkembangannya sudah dimulai sejak jaman jawa kuna. Lengger merupakan suatu bentuk tari-tarian yang biasanya ditarikan oleh sekelompok orang, terdiri dari pria dan wanita. Penari pria mengenakan celana selutut, ebeg, jarit sepaha, kacamata hitam, mahkota, dan sumping di telinganya, sedangkan penari wanita mengenakan jarit semata kaki, selendang, kemben dan mahkota. Ebeg sendiri adalah istilah yang digunakan untuk aksesoris yang digunakan penari, anyaman bambu untuk menggantung krincingan yang dilingkarkan di pergelangan kaki penari. Diantara penari pria, ada yang 2 penari yang memakai topeng, penthul-tembem sebutannya.
[caption id="attachment_129987" align="alignleft" width="214" caption="Dalang Foto:wibisonotegar"][/caption]
Lengger berkembang pada masa Prabu Brawijaya memerintah. Kisah yang ditarikan merupakan penggambaran kisah asmara antara Panji Asmoro Bangun dengan Dewi Sekartaji yang merupakan putri Prabu Brawijaya yang dalam tarian ini dikisahkan melarikan diri dari istana. Prabu Brawijaya kemudian mengadakan sayembara untuk mencari sang Putri. Kata Lengger sendiri berasal dari dua kata yaitu ledek(penari) dan geger(berisik, gempar), yang dimaksudkan untuk mengundang keramaian untuk memancing Dewi Sekartaji keluar dan menyaksikan pertunjukan tersebut.
Pada awalnya tari-tarian ini ditujukan untuk mengundang keramaian. Seiring berkembangnya zaman, kesenian lengger sempat diidentikan dengan tarian yang mengundang syahwat dan sarana kemaksiatan karena penonton biasanya mabuk lalu larut dalam alunan musik, sampai kemudian agama islam berkembang pesat di Jawa dan kesenian ini dijadikan media penyebaran agama oleh Sunan Kalijaga.
[caption id="attachment_129990" align="aligncenter" width="300" caption="Ekspresi Foto:wibisonotegar"][/caption] [caption id="attachment_129991" align="alignright" width="234" caption="Penonton Kesurupan Foto:wibisonotegar"][/caption]
Diantara penari pria biasanya mengalami mendhem, istilah untuk mereka yang mengalami keadaan tidak sadar, dalam hal ini kerasukan. Tingkah laku mereka aneh-aneh, tergantung kehendak sang pawang yang menjadi “tuhan” dalam hajat ini. Sesekali mereka yang kerasukan mengambil jaran kepangnya sebagai lambang keberanian prajurit, jingkrak-jingkrak layaknya seekor kera, menangis berlebihan, hingga makan beling dan berjalan diatas bara api. Hati-hati, penonton pun bisa ikut-ikutan mendhem,”mereka(penonton) yang kerasukan, pikirannya sedang kosong atau terlalu larut dalam gendhing yang dimainkan”, ucap sang dalang santai.
Wibisono Tegar
Agustus 2008
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H