Penduduk setiap tahunya mengalami peningkatan, salah satu hal yang umum bagi kita. Akan tetapi, jika kita, salah seorang penduduk dunia, meninjau kembali hal tersebut secara lebih mendalam, lebih teliti, dan lebih memaknai. Akankah kita berfikir bahwa hal tersebut hanyalah sebuah peningkatan? Sesuatu hal yang biasa saja? pastinya tidak. Seharusnya kita mulai memahami, bahwa, peningkatan penduduk pada era ini, sangatlah drastis, “membludak !” jika di sampaikan secara sederhana. Masih pantaskah hal ini disebut “peningkatan” ? tidak, lebih sesuai jika dikatakan “penggandaan penduduk”, kenapa? Jelas, karena peningkatan yang tidak rasional. Ketidak rasionalan yang dipandang normal oleh khalayak umum.
Tahukah anda, menurut ThomasRobertMalthus pertambahan jumlah penduduk bagaikan deret ukur (1, 2, 4, 8, 16, ...), sedangkan pertambahan jumlah produksi makanan bagaikan deret hitung (1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, ...). Artinya adalah “penggandaan” penduduk tidak sebanding dengan pasokan makanan yang ada. Jika kita fikir kembali, seharusnya penggandaan sebesar itu merupakan keuntungan sendiri, karena tenaga kerja bertambah, otak – otak cerdas bertambah, tangan – tangan kreatif semakin banyak jumlahnya, hal-hal positif terus saja berdatangan bagai sebuah mata air. Sehingga pasti bermunculan juga berbagai macam solusi untuk masalah tersebut. Tapi ingat, masih dalam konteks “seharusnya” bukan realita. Faktanya, lebih banyak penduduk menelantarkan begitu saja potensi diri mereka, mungkin saja kamu, aku dan lainya juga termasuk dalam golongan ini.
Sudah banyak program – program yang dicetuskan sebagai sebuah “solusi” untuk menekan penggandaan penduduk ini. Contohnya, program KB atau keluarga berencana. Siapa yang tidak mengetahui program tersebut. Program ini adalah sebuah sistem pembatasan jumlah anak dalam satu keluarga. “2 anak cukup” begitulah slogan yang disebarluaskan. Akan tetapi, tentu saja, tidak bekerja secara maksimal. Kita ambil contoh di indonesia. Indonesia sendiri mayoritas penduduk memiliki anak lebih dari 2, dipengaruhi oleh banyak faktor tentunya. Sebagai contoh faktor beleive atau kepercayaan, “banyak anak banyak rejeki” begitulah kata penduduk terkait. Alhasil, jumlah penduduk tetap full fill the capacity.
Gambar 1. Grafi Perkiraan Tingkat Kematian dan Kelahiran Indonesia 1950 - 2050
Jika kita lihat pada Grafik di atas, terlihat bahwa tingkat kematian selalu lebih rendah daripada kelahiran hingga saat ini. Akan tetapi pada tahun 2050 diperkirakan tingkat kelahiran akan sejajar dengan tingkat kematian. Akankah hal ini benar terjadi? Jika tidak? Apakah perlu dicetuskan solusi pembunuhan massal untuk menyetarakan tingkat kelahiran dan kematian ini? Absolutely not. Tetap berfikir jernih dalam memiikirkan solusi akan membuahkan hasil yang matang.
Jumlah penduduk yang mengganda secara babi buta ini tentu menimbulkan kecemasan yang lambat laun semakin kencang dan erat melekat di otak. Bagaimana tidak, tingkat pengangguran bertambah tidak didukung oleh lapangan pekerjaan yang ada. Apa yang terjadi? Kriminalitas meningkat, mencari kesejahteraan dengan cara singkat, cara yang mudah, tinggal copet sana copet sini, culik sana culik sini.
Apakah penggandaan penduduk merupakan keuntungan bagi kita atau bahkan ancaman. Siapa yang harus disalahkan, Pemerintah, orang lain atau diri sendiri?. Keputusan adalah milik masing – masing individu, akan tetapi lebih berarti jika keputusan tersebut merupakan kepentingan bersama. Perbaiki diri sendiri untuk masa depan, karena itulah kunci pintu kesejahteraan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H