Masa remaja merupakan masa di mana segala kesenangan itu bermula. Bagaimana tidak? Mereka dapat dengan senang hati mengeksplor segala sesuatu di dunia ini untuk menemukan jati diri mereka masing-masing. Banyak canda, tawa, suka dan duka yang dialami dalam masa yang tak akan datang dua kali ini. Pada masa ini pula, para remaja kerap menggebu-gebu untuk meraih impian dan cita-cita mereka.
Namun, salah satu dari remaja itu bukanlah seorang gadis yang bernama Nia Kurnia Sari. Perjalanannya untuk mengeksplor dunia di masa remaja harus berhenti karena ulah lelaki bejat tak berakal yang telah memperkosa dan membunuhnya. Gadis yang baru berusia 18 tahun itu tewas di tangan tersangka dengan inisial IS saat ia sedang berkeliling kampung menjajakan gorengannya. Dikutip dari laman BBC News Indonesia, tujuan korban berjualan tak hanya digunakan untuk diri sendiri, tetapi juga untuk membantu keluarganya. Gadis itu pun juga berupaya mendapatkan beasiswa pada salah satu perguruan tinggi yang ada di Sumatra Barat karena ia berkeinginan untuk mengubah nasib keluarganya.
Tak hanya dialami oleh gadis cantik bernama Nia tadi, kasus serupa juga dialami oleh beberapa perempuan lainnya seperti kasus pemerkosaan 13 santriwati di Bandung, pelecehan 15 murid SD di Yogyakarta, dan beberapa kasus pelecehan yang terjadi di perguruan tinggi. Tercatat sebanyak 16.169 korban dari adanya jumlah kasus kekerasan yang telah terjadi di Indonesia sejak awal Januari hingga akhir bulan September menurut data di laman Komnas Perempuan. Jika dilihat dari beberapa kasus sebelumnya, maraknya pelecehan dan pemerkosaan banyak ditemukan pada lingkup pendidikan di mana para korbannya tak memiliki kuasa untuk bersuara atas hal yang menimpanya.
Dunia sudah terasa tidak aman bagi para perempuan. Pelecehan dan pemerkosaan bukanlah kehendak dari mereka. Bagaimana pun perempuan menjaga diri dengan memperhatikan apa yang mereka kenakan tetapi jika otak para pelaku sudah berkata maka hal yang tidak diinginkan dapat terjadi. Apakah mereka para perempuan akan memberontak jika hal tersebut terjadi? Mungkin dapat dikatakan benar jika mereka adalah perempuan yang berani dalam melawan pelaku. Bagaimana dengan yang tidak? Mereka akan terus bungkam dalam kejadian yang tak diinginkan itu dan menyimpan segala bentuk trauma akibat hasrat pelaku yang tak berakal tersebut.
Pelaku pelecehan dan kekerasan seksual tak pandang akan tempat, penampilan, bahkan usia dari korban. Para pelaku hanya mementingkan akan terpenuhinya hasrat mereka tanpa mengetahui dampak kedepan korban. Tetapi, tak semua pelaku turut andil "menggunakan" perempuan sebagai objek. Beberapa dari mereka justru memperjulbelikan perempuan secara paksa agar dapat meraup keuntungan dari kegiatan tersebut. Berbeda lagi dengan perempuan yang secara jelas tanpa ada paksaan menjual dirinya yang pada zaman sekarang ini ramai kita temui. Menurut pandangan saya, hal tersebut dapat terjadi akibat dari faktor kurangnya keharmonisan dalam keluarga, ketidakstabilan ekonomi, serta kondisi lingkungan yang mendukung. Maka dari sinilah peran keluarga, masyarakat sekitar, hingga aparat penegak hukum sangat diperlukan.
Dimulai dari peran keluarga, di mana peran ini merupakan peran paling utama dalam mencegah maupun mengatasi permasalahan tersebut. Edukasi mengenai seks terhadap anak-anak oleh orang tua dapat dikembangkan dalam peran ini. Mengingat bahwa di Indonesia sendiri masih terasa tabu terkait adanya edukasi tersebut. Selain itu, dalam suatu keluarga juga perlu menekankan bahwa bukan hanya perempuan saja yang harus menjaga dirinya, tetapi laki-laki juga perlu diedukasi mengenai batasannya. Berlanjut ke peran masyarakat yang tak berbeda jauh dengan peran dalam keluarga yaitu edukasi berwujud sosialisasi. Dalam hal ini, masyarakat  diharapkan dapat mengetahui dan melaporkan segala bentuk pelecehan maupun pemerkosaan kepada pihak penegak hukum. Begitu pula dengan para penegak hukum, mereka berperan tak kalah penting dalam hal ini untuk memutuskan tindakan yang pantas diterima pelaku. Mereka harus bersifat adil dan transparan dalam memutuskan perkara ini. Tak pandang akan jabatan maupun background dari sang pelaku, keadilan bagi para korban pelecehan dan pemerkosaan tetap harus ditegakkan.
Pada akhirnya, pelecehan dan pemerkosaan yang marak terjadi hingga saat ini merupakan masalah serius yang perlu ditangani bersama. Karena pada dasarnya, perempuan diciptakan bukan hanya sebagai "alat pemuas" untuk kaum laki-laki. Lebih dari itu, perempuan adalah makhluk yang tak dapat dianggap remeh dalam kehidupan. Mewakili seluruh perempuan, saya selaku penulis dari bacaan ini, menyatakan bahwa kita sebagai seorang perempuan adalah makhluk berarti yang Tuhan ciptakan. Bukan hanya sebagai objek seksual atau bahkan hanya sebatas pemuas nafsu bagi oknum-oknum di luar sana. Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H