Kau tak sempat melihat telinga
Mulutmu menganga seperti belanga
Tempo itu bersama terbahak tertawa
Meski Kau Cina Aku cukup JawaÂ
Toh tak apa bukan kerabatpun bisa jadi sahabat
Bagai kepompong berubah ulat
Â
Isu didepan lalu lalang tak mungkin kupendam
Bukan ujug-ujug Dari belakang langsung menikam
Bukan memang Aku memang bukan kacang sah saja lupa kulit
Situ aja paranoid dikit-dikit sensitif mikirnya primitif
Bukan spekulatif cukong ngasi duit bisa jadi motif
Ribuan trilyun bukan uang sedikit tentu banyak yang bisik-bisik
Ada juga yang berisik dengan kertas secarik duit bisa tertarik
Jadi menarik uruk-urukan banyak intrik
Â
Tak sekedar spasi jelas tanda tanya itu pasti
Jelas mengulik tak sekedar interupsi apa soal itu diskresi
Lalu hanya karena Pernah makan semeja di pantai mutiara, bagimu Tak apa membentak saat bicara
Didepan banyak orang pula
Sampai sumpah serapah tuntut- menuntut segala
Tempo dulu tak mungkin salah memuat sejarah
Sudah Kami telaah
Hasilnya Buat apa begadang...kalau tiada artinya
Bukan sekedar negosiasi ujar ucap Bang Roma
Ada fakta diatas meja di jadikanlah berita
Jadilah jelas Bukan oplah semata
PemilIik berita juga tak melulu absen moral
Tak soal
membaca juga butuh nalar Bukan sekedar oral
Â
Dag dig dug jantungmu Bang bang tut buatku
Ya sudahlah kalau tak salah
Kenapa harus marah-marahÂ
Lekas saja ke pengadilan
Jangan sekedar omelan
Kita memang sahabat bisa juga rangkap pengkhianat
Bukan berarti jahat
Percepatlah bertobat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H