Mohon tunggu...
Wahy
Wahy Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Sedang dalam studi menumbangkan tirani tanpa modal tinggi cukup dengan granita kupi dan Mie cepat jadi tanpa imunisasi.Amin

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Cara Ahok Memanusiakan Manusia Pinggir Pantai

16 Mei 2016   11:02 Diperbarui: 16 Mei 2016   13:01 368
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="fish.com"][/caption]Apa artinya pancasila dengan kemanusiaan yang adil dan beradab jika rakyat jelata dlhinakan penguasa dengan tidak memanusiakan manusia, rakyatnya dipaksa-paksa dengan kasarnya untuk relokasi dan angkat kaki dari rumah mereka sendiri, bau hunian baru tak mungkin sama dgn bau pinggiran pantai huma mereka tempat bernaung bertahun-tahun lamanya dalam suka maupun duka yang setiap harinya mereka hirup udara dan baunya, udara pantai telah membekas di otak mereka walaupun mungkin tidak seharum bau rumah susun yang ditawarkan penguasa tapi itu rumah mereka, hak mereka untuk hidup didalamnya dengan segala kenangannya, simbol kebebasan serta hak menjadi warga negara. 

Budaya Indonesia yang mengedepankan ramah tamah tidak dibangun dan dibentuk dalam sehari pun itu dibangun berabad-abad untuk jadi beradab dengan kemajemukan bukan alih-alih jadi biadab dan represif, dengan car-cara penguasa seperti ini sangat nyata dapat menidurkan budaya Indonesia bahkan malah luluh lantak dalam sehari.

Segala daya upaya dengan darah dan keringat telah diberikan para pahlawan syuhada bangsa tercinta, untuk kita segenap bangsa terbebas dari berbagai macam bentuk kekerasan, pembodohan kaum penjajah, Pahlawan bangsa memberikan kemerdekaan ini agar kita menjadi bangsa yang lebih beradab nantinya, setelah berpuluh-puluh tahun merdeka masih ada saja pemimpin yang mengusir rakyat dari tanah air mereka sendiri maka patutlah dipertanyakan apakah penguasa yang mengedepankan kekerasan ini bangsa Indonesia atau terbuat dari bangsa apa ??? penjajah dalam versi barukah yang kurang sosialisasi pancasila, penataran P4 dan pilar kebangsaan atau memang tidak punya etika beramah tamah tapi hanya mengedepankan kekerasan ????

Apa salahnya beramah tamah dengan rakyat bukannya memanusiakan manusia lebih elok dan elegan semua masalah dapat diselesaikan denhan ramah-tamah bukan dengan mengedepankan kekerasan serta kebrutalan yang jadi solusinya, Toh Presiden Republik ini semasa gubernur dulu mengaplikasikan ramah-tamah dengan makan bersama berhasil mengolah kemajemukan dalam penyelesaian masalah atau mungkin pemimpin yang satu ini memang tidak memiliki kemampuan  dan kapasitas beramah tamah berbahasa santun atau bahkan alergi dengan kerumunan jelata sehingga bertemu ibu-ibupun yang bertanya dengan rendah hati dijawab dengan teriakan dan cacian maling atau mungkin juga paranoid mana mungkin orang yang penuh curiga mampu beramah tamah dengan tulus yang ada di isi kepalanya hanya konspirasi dan sabotase merasa di minoritaskan lantas mengaktifkan mekanisme pertahanan diri dengan berkoar-koar merasa paling bersih dari yang lainnya, merasa lebih bekerja dari yang lainnya, padahal tong yang ada isinya tidak akan mungkin berbunyi nyaring apalagi bunyinya kebanyakan kotoran sungguh kasian mungkin stres dan tidak bahagia dengan pekerjaanya.

Manusia pinggir pantai sudah terisi penuh dengan beban hidup yang rumit mereka hanya kurang beruntung dibandingkan manusia Jakarta lainnya yang rumahnya bukan dipinggiran pantai, mereka miskin bertubi-tubi tidak ada opsi lain selain tinggal dipinggiran pantai apakah salah mereka diwariskan rumah dipinggiran pantai, mereka terpaksa dan akhirnya diharuskan untuk terlanjur mencintai rumahnya yang di bibir pantai karena cuma itu yang mereka punya yang setelah dicintainya dipaksa diusir untuk pergi meninggalkanya, sungguh betapa sulit rekonstruksi sosial manusia pinggir pantai yang dirampas hak sosialnya secara paksa dan tentunya anak-anak pinggir pantai ini yang paling menderita dan terluka terusir dari kediamanya dengan paksa yang akan direkam dan membekas sampe mereka dewasa,

Apakah mereka akan tumbuh besar dengan cinta kepada Jakarta atau Republik ini setelah mereka terusir dipaksa meninggalkan huma yang dicintainya ? 

Menjadi Gubernur berarti menjadi pelayan rakyat gubernur digaji oleh rakyat jangan buat hidup rakyat semakin keras ditekan bertubi-tubi dengan tata laksana kekuasaan yang didasari ketidakpedulian diperparah dengan tata bahasa yang kasar pula dengan cara-cara penguasa seperti ini siapa lagi rakyat indonesia yang akan waras dan tidak akan mati, apa salahnya menjadi miskin dan kurang beruntung bahkan dolly di surabaya, manusianya berhasil dimanusiakan, manusia pinggir pantai juga manusia maka manusiakanlah hargailah.

Jadi Penguasa jangan diskriminatif, jangan pongah mengkotak-kotakan yang berada dengan yang tidak berada seolah - olah ibukota ini milik mereka yang berada dan yang paling berhak atasnya, miris melihat ketimpangan dimana-mana diperparah oleh aturan-aturan penguasa yang memarjinalkan warganya sendiri belum lagi dengan cara penguasa yang jumawah, pongah dengan tata bahasa yang sok jago ini itu malah mirip-mirip buruh kasar yang mungkin sekiranya pencitraan penguasa biar kelihatannya sama dan sederajat seperti kaum pekerja dan bekerja untuk kaum bawah tapi kalau kebijakan untuk kaum atas itu sama saja menikam kaum pekerja kelas bawah dan hidung rakyat tajam mencium kebohongan yang dibalut pencitraan walupun balutan itu sangat tebal rakyat akan selalu mencari tahu dan berhak tahu dan sungguh sayang akting pencitraan penguasa ini belum natural bahkan senyumpun terlihat terlalu dipaksakan malah terlihat seperti anak manja yang bawel ngomel sana-sini karena hidup tidak sempurna seperti yang dimauinya sungguh g tidak mempunyai kualitas ataupun karakter pemimpin bangsa yang besar ini malah berkesan seperti raja kings landing joffrey di serial game of thrones, berbaiklah dengan masyarakat bawah marjinal jangan pamer gaya kasar, akting tuan terlalu kaku sangat basi bahkan mendekati nyinyir dengan logat aksen (lo gua) keluar dari mulut perantau yang berusaha keras want to be betawi yang keras dan berkarakter khas atau juga seperti kelas pekerja keras malah kedengarannya aneh karena itu keluar dari mulut seorang pemimpin, malulah untuk terus-terusan menjadi sumber berita, bahasa kasar mudah dicontoh anak-anak berilah bahasa cinta untuk mereka contoh.

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun