Izinkan saya menceritakan sebuah analogi sebagai pembuka tulisan ini. Mari berkenalan dengan Si Kepala Botak yang Pelit, seorang kepala satuan pendidikan menengah di sebuah kota kecil. Banyak yang percaya bahwa Ia akan mengeluarkan uang untuk kemajuan sekolah yang dipimpinnya. Semua percaya bahwa Ia akan mengeluarkan uang jas baru sekolah. Semua bahkan masih ingat janji-janjinya dengan penuh semangat dan tekad memajukan sekolah.
Namun, sebelum bulu-bulunya pun mulai tumbuh, kabar tentang kesempatan yang lebih besar melayang di udara. Sebuah posisi pengawas satuan pendidikan tersedia, menjanjikan pengaruh yang lebih besar dan dana yang lebih menggiurkan. Dan tanpa ragu, si kepala botak itu mulai merencanakan strategi untuk melompat lebih tinggi, sebelum ia bahkan menginjakkan kakinya dengan kuat di tanah yang baru saja ia janjikan.
Keputusan Si Kepala Botak yang Pelit untuk mengundurkan diri dari jabatannya dengan tujuan untuk mengejar jabatan yang lebih tinggi sebagai pengawas satuan pendidikan dapat dianalisis dari perspektif Efek Dunning-Kruger dan hilangnya rasa malu.
Dalam setiap organisasi, kepemimpinan yang efektif adalah kunci kesuksesan. Namun, kadang-kadang kita menemui contoh kepemimpinan yang tidak hanya tidak efektif, tetapi juga merugikan bagi organisasi dan individu yang terlibat. Kisah Si Kepala Botak yang Pelit adalah salah satu contoh nyata dari bagaimana Efek Dunning-Kruger dan hilangnya rasa malu dapat menghancurkan potensi kepemimpinan.
Pertama-tama, mari kita telaah bagaimana Efek Dunning-Kruger memainkan peran dalam kepemimpinan Si Kepala Botak yang Pelit. Fenomena ini menunjukkan bahwa individu cenderung memiliki persepsi yang terlalu tinggi terhadap kemampuan mereka sendiri, tanpa menyadari bahwa sebenarnya mereka kurang kompeten dalam bidang tersebut.
Si Kepala Botak yang Pelit mungkin memiliki pandangan yang terlalu optimis tentang kemampuannya untuk memimpin sebuah sekolah, tanpa menyadari bahwa sebenarnya ia kekurangan pengalaman dan pengetahuan yang diperlukan untuk melakukan tugas tersebut dengan baik.
Dalam kasus Si Kepala Botak yang Pelit, Efek Dunning-Kruger mungkin telah mendorongnya untuk mengambil risiko dan membuat keputusan tanpa mempertimbangkan konsekuensinya dengan cermat. Ia mungkin telah merasa terlalu percaya diri dalam kemampuannya untuk memimpin sekolah, sehingga mengabaikan saran atau kritik dari staf atau anggota tim yang lebih berpengalaman. Akibatnya, keputusan-keputusan yang diambilnya mungkin telah merugikan sekolah dan anggota komunitas pendidikan yang terlibat.
Namun, kesalahan terbesar Si Kepala Botak yang Pelit mungkin terletak pada hilangnya rasa malu. Meskipun mungkin ada tanda-tanda bahwa keputusannya tidak tepat atau bahkan merugikan, Si Kepala Botak yang Pelit mungkin telah menolak untuk mengakui kesalahannya atau bahkan merasa bersalah. Hilangnya rasa malu ini mungkin telah mendorongnya untuk terus melakukan perilaku yang tidak bertanggung jawab atau tidak etis, tanpa memperhatikan dampaknya pada orang lain.