Halo Kompasianer yang budiman! Artikel kali ini akan membahas topik yang menarik sekaligus kontroversial: "Background Check" di media sosial dan bagaimana hal ini dapat memengaruhi kesehatan mental kita. Kita akan mencoba menjawab beberapa pertanyaan penting seputar etika, validitas, dan dampak dari tindakan ini.
Yang pertama, mari kita lihat bagaimana citra seseorang di media sosial. Apakah citra tersebut kenyataan atau kebohongan yang dibentuk pemilik akun media sosial.
Citra di Media Sosial: Realita atau Rekayasa?
Seringkali, kita melihat citra yang dijaga dengan cermat di media sosial. Kita pasti melihat foto-foto bahagia, prestasi gemilang, dan momen-momen terindah dalam hidup seseorang. Namun, apakah citra ini merepresentasikan diri pemilik akun seutuhnya? Ini adalah pertanyaan yang menarik.
Ketika kita membagikan momen-momen positif dalam hidup kita, kita menciptakan narasi yang positif tentang diri kita sendiri. Ini bisa bermanfaat dalam konteks profesional karena kita membangun branding positif.
Namun, di sisi lain, ini juga bisa menimbulkan tekanan besar bagi kesehatan mental. Yaitu, perilaku yang berusaha untuk selalu tampil sempurna dan bahagia di mata orang lain.
Lalu, bagaimana tindakan background check medsos dapat memengaruhi kesehatan mental kita?
Kesehatan Mental: "Background Check" di Media Sosial dan Dampaknya
Pertama-tama, kita perlu mengakui bahwa ini adalah praktik yang umum dilakukan. Saat kita dekat dengan seseorang atau sekadar penasaran dengan teman, kita seringkali melihat profil mereka di media sosial.
Tindakan ini juga mungkin dilakukan oleh seorang Manager HRD. Mereka mengecek medsos calon karyawannya. Kemudian, mengkategorikannya menjadi green flag atau red flag.