Idul fitri kali ini pasti berbeda dengan lebaran-lebaran tahun sebelumnya. Perbedaan muncul karena penyebaran infeksi virus corona baru (SARS-CoV-2) yang menyebabkan Covid-19.Â
Covid-19 mengubah hampir seluruh lini kehidupan termasuk bidang kesehatan, sosial, dan ekonomi. Bila tahun-tahun sebelumnya, rumah sakit akan sepi satu atau dua hari menjelang lebaran sebab pasien minta pulang untuk merayakan lebaran di rumah maka tahun ini akan berbeda. Rumah sakit rujukan untuk Covid-19 akan tetap mendapatkan kunjungan pasien Covid-19 ketika umat Islam merayakan hari kemenangan.
Kegiatan mudik yang biasanya mengisi pemberitaan televisi H-7 hingga H+7 lebaran juga dilarang. Silaturahmi dengan keluarga juga akan minim berjabat tangan karena sentuhan berisiko menjadi sumber penularan. Meskipun, panggilan video dapat menjadi solusi tetap bersilaturahmi walau jarak memisahkan.
Pembatasan fisik atau pembatas sosial berskala besar membatasi perayaan Idul Fitri. Di sisi lain, sering kali persiapan dan perayaan Hari Raya Idul Fitri tidak disertai dengan tindakan untuk mempertahankan kesehatan tubuh pasca menjalani ibadah pada bulan Ramadhan.
Selama menjalankan ibadah Ramadhan tubuh akan menjadi lebih sehat. Manfaat kesehatan ibadah puasa muncul dengan adanya perubahan hormon dan perbaikan sel tubuh yang rusak. Penelitian Barnosky AR dan rekan (2014) yang terbit pada jurnal Translational Research menunjukkan bahwa puasa menurunkan berat badan dan memberikan kontrol kadar gula dalam darah yang lebih baik.
Tinjauan efek puasa terhadap metabolisme tubuh oleh Reis deAzevedo dan rekan (2013) juga menunjukkan penurunan kadar kolesterol jahat (kolesterol LDL) yang menjadi salah satu faktor risiko utama penyakit jantung.
Kondisi manfaat kesehatan yang didapat setelah berpuasa ini dapat hilang bila seseorang tidak peduli dengan kesehatannya ketika merayakan Idul Fitri. Kondisi-kondisi penyakit kronis seperti penyakit asam lambung, tekanan darah tinggi, serangan jantung, asam urat, diabetes, dan stroke akan cenderung kambuh. Kambuhnya penyakit-penyakit tersebut muncul karena ketidakmampuan seseorang untuk mengontrol diri terhadap apa yang dikonsumsi selama merayakan lebaran.
Zubaid M (2006) dalam penelitian epidemiologinya terkait kejadian serangan jantung selama libur lebaran menemukan bahwa terjadi peningkatan kejadian serangan jantung selama libur lebaran. Peningkatan serangan jantung yang paling tinggi terjadi pada hari ke 2 lebaran.
Bila kondisi penyakit-penyakit kronis ini muncul saat merayakan lebaran maka seseorang akan kehilangan kesempatan untuk menyambung silaturahmi. Kesulitan lainnya yang dihadapi adalah kecenderungan masyarakat untuk menghindari rumah sakit selama masa wabah ini karena takut dianggap mengalami kondisi Covid-19. Kurangnya kesadaran untuk mencintai kesehatan diri sendiri setelah bulan Ramadhan berdampak pada kekambuhan yang membutuhkan perawatan di rumah sakit.