Kalau melihat pola hidup masyarakat yang konsumtif dan mahalnya bahan-bahan kebutuhan hidup. Kayaknya susah bener ya menyisihkan uang buat menabung. Uang sudah seperti air, habisnya cepat sekali. Saya jadi ingat, saat masih kecil , mama membiasakan kami untuk menabung, dengan membelikan celengan tanah liat. Sisa uang jajan Rp.100,- atau Rp.200,- biar dimasukkan ke dalam celengan itu.
“ Sedikit demi sedikit lama-lama menjadi bukit “
Celengan yg tadinya enteng lama-lama jadi berat. Pas sudah penuh, dipecahkan dan isinya lumayan buat membeli buku-buku menjelang kenaikan kelas .
Kemudian mama membelikan celengan yang lebih bagus. Dari porselin dan ada lobangnya dibawah yg ditutup dengan karet hitam . Jadi sewaktu-waktu masih bisa diambil isinya. Rencana awal, mau diisi dengan recehan Rp.500,- dan koin Rp. 1.000,- karena waktu itu baru diterbitkan. Tapi tidak pernah penuh, soalnya isinya diambilin melulu. Alamak … !!!
Padahal pas jaman sekolah dulu , saya masih ingat kami diajarkan untuk menabung di mata pelajaran ekonomi .Entah dalam bentuk deposito berjangka, jadi anggota koperasi dan sebagainya Bunga bank kan lumayan.
Dan setelah dewasa dan bisa mencari uang sendiri . Sudah punya rekening sendiri di bank . Yang namanya menyimpan uang itu susah bangeeeetttt … Tiap bulan ada-ada saja kebutuhan tidak terduga . Jadi bawaannya uang ditarik terus dari kartu ATM . Kepikiran nih … buat nambah-nambah income pemasukan enaknya investasi dalam bentuk logam mulia seperti emas atau saham? Tapi saya kurang begitu berminat karena tidak ada modal .
Ada yang punya solusi … ????
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H