Mohon tunggu...
Whianyu Sanko
Whianyu Sanko Mohon Tunggu... -

Hanya ingin berbagi

Selanjutnya

Tutup

Nature

Apa yang Bisa Kita Lakukan untuk Hutan Kota?

5 Mei 2014   13:10 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:51 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Saya terlahir di sebuah kota kecil di Sulawesi Tenggara, Kota Raha, atau yang lebih dikenal masyarakat dunia dengan istilah Kota Jati. Seperti yang terjadi pada umumnya, Kota kami disebut Kota Jati karena kami adalah salah satu penghasil jati terbesar dengan kualitas terbaik di Indonesia.

Di masa kecil saya, hutan kami membentang nyaris di seluruh kota, utamanya dua kawasan hutan lindung utama yaitu; Hutan warangga yang membentang dari jalan Pendidikan sampai sepanjang warangga dan hutan jompi yang notabene jompi adalah mata air utama kota Raha. Kami mendapat banyak sekali kebaikan dari dua hutan itu. Udara yang asri, hewan-hewan yang beraneka ragam, cericit burung yang syahdu sepanjang hari, dan tentu saja air bersih yang berlimpah.

Di masa kecil saya pula, penebangan hutan memang sering dilakukan. Saya tahu saya tidak bisa menutup mata bahwa kayu jati adalah termasuk kualitas kayu terbaik yang termasuk dalam golongan kayu kelas satu. Dengan itu, notabene harga kayu jati tidak bisa dibilang sedikit. Orang-orang bisa kaya dengan berbisnis jati, bahkan tidak jarang saya mendengar orang-orang menolak menjadi PNS hanya untuk ikut berbisnis jati.

Industri perabotan pun berkembang pesat di kota kami. Hanya bagusnya, dulu itu sekalipun dilakukan penebangan, proses penebangannya juga melipatkan pihak yang berwajib (yang juga bertanggung jawab) dan masih dilakukan proses tebang pilih. Jadi jati yang ditebang adalah jati yang dianggap sudah layak dan untuk satu batang jati yang ditebang selalu dilakukan penggantian untuk minimal satu batang jati baru.

Sehingga dengan semua sistem itu, ekosistem alam bisa tetap dilestarikan. Saya tidak ingat siapa Bupati kami saat itu. Itu mungkin sekitar tahun '97, dan saya bahkan terlalu kecil untuk mengingat sistem politik yang ada. Tapi siapapun Bupatinya saat itu, saya rasa dia cukup bertanggung jawab pada tugasnya.

Sampai kemudian, waktu terus berganti, dan semua berubah sejak negeri api menyerang....

Sekarang, tidak ada lagi hutan kami. Entah bagaimana semua kawasan hutan kami sudah bertransformasi menjadi kawasan perkebunan jagung. Ini miris dan benar-benar miris tak ada satupun lagi yang peduli pada nasib hutan kami. Mereka yang punya kuasa, malah menutup mata dan sibuk memperebutkan kekuasaan. Masyarakat kecil juga tak mau tahu dan memanfaatkan moment itu untuk menggunakan lahan kosong yang terbengkalai sebagai perkebunan.

Okey, saya tahu itu bukan salah masyarakat yang berkebun disana. Saat mereka menggunakan lahan itu sebagai kebun, lahan itu memang sudah kosong karena penebangan liar yang dilakukan Voldemort featuring Raja Api. Mereka hanya memanfaatkan lahan kosong yang tidak berguna itu, dengan alasan ;'KAMI AKAN MENGEMBALIKANNYA JIKA LAHAN INI MAU DIGUNAKAN LAGI UNTUK KAWASAN HUTAN'

Apa mereka benar-benar akan mengembalikannya? Semoga saja. Dan semoga pula mereka sadar bahwa hasil kebun yang mereka dapatkan, sungguh tidak sebanding dengan kerusakan alam dan keburukan yang bisa mengikuti setelah itu.

Lantas jika bukan masyarakat yang berkebun itu, siapa yang bisa disalahkan? Pemerintah yang menutup mata, atau para penebang yang menutup wajah.

Seperti biasa, menyalahkan pemerintah memang yang termudah meskipun tak pernah ada gunanya. Mudah karena kita melihat mereka dengan jelas, dan tak ada gunanya karena mereka tidak akan mendengarkan protes itu. Bahkan setahu saya, dalam kampanye Legsilatif barubaru ini, tidak ada satupun yang berani memberi janji untuk menghijaukan kembali hutan kami. Mereka sudah terlalu tak peduli.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun