Pada dasarnya, manusia itu kedudukannya sama dihadapan Tuhan, hanya ketakwaanlah yang membedakan satu dengan yang lainnya. Dan yang membeda-bedakan itu hanyalah aturan manusia yang melihat kedudukan manusia itu dari segi lahiriahnya. Umumnya, barometer untuk menentukan derajat seseorang dipandang dari sisi penampilannya, pangkat, harta dan jabatannya. Jika melihat penampilannya biasa-biasa saja, sepertinya orang itu tak perlu dihormati dan dihargai. Dipandang sebelah matapun tidak.
Kenyataan ini sering kali saya lihat dalam kehidupan sehari-hari. Dan yang paling menarik perhatian saya, ketika suatu hari, saya sedang ngobrol berdua dengan seorang bapak-bapak yang berpenampilan biasa-biasa saja, tidak terlihat mentereng dan wah. Datangnya tidak dengan kendaraan, baik roda dua apalagi empat. Dia hanya berkendaraan angkot.
Sampai siang hari, kami masih asik mengobrol kesana kemari sambil ngopi dan merokok tanpa tema yang jelas. Karena hari sudah siang, lalu saya mengambil inisiatif untuk keluar sebentar untuk membeli dua nasi bungkus untuk kami makan siang. Ketika saya tinggal untuk pergi ke warung nasi, menurut bapak yang jadi teman bicara saya, datanglah seorang laki-laki yang berprofesi sebagai pegawai di suatu instansi pemerintah, dan saya mengenal orang itu sebagai mana yang dijelaskan ciri-cirinya.
Ketika saya telah kembali dari warung, si bapak teman saya ngobrol menuturkan, kalau tadi ada laki-laki berperawakan tinggi datang kesini menanyakan saya. "Sedang ke warung." Jawab si bapak yang ngobrol dengan saya. Lalu saya tanya, mau apa dia ? Si bapak menjawab, katanya tidak apa-apa.
Itu siapa, dik ? Tanya si bapak.
Yang mana ? Jawab saya balik tanya.
"orang tadi..."
"Oh, itu si pak Anu, memang kenapa ? Tanya saya pula.
Dengan rada risih, si bapak menjelaskan sedikit pada saya, katanya ; "Tadi ketika kamu ke warung, datang laki-laki tadi tanpa permisi dia langsung masuk dan dia datang nanyain kamu, bapak bilang sedang ke warung, terus tanpa basa-basi juga, dia ambil asbak yang ada didepan bapak, padahal dia lihat sendiri, kalau bapak sedang merokok. Terus dia ngeloyor pergi begitu aja, ga ngomong, ga apa. Ga ada sopan santunnya sama sekali." Lalu sambungnya sebelum saya sempat berkomentar ; "Barangkali karena melihat bapak seperti ini, ya  jadi ga merasa perlu untuk dihargai ?"
"Ya, ngga begitu, pak, mungkin dia lagi banyak pikiran saja, jadi ga terlalu fokus dengan sekitarnya." Jawab saya mencoba menetralisir keadaan..
"Ya, mungkin...? Sahutnya sedikit ragu untuk menyetujui pendapat saya.