Paviliun yang ku sewa adalah milik sepasang suami-istri lanjut usia. Mereka berdua sudah kuanggap bagai orang tua sendiri, makanya aku memanggilnya bapak dan ibu. Â Bapak pensiunan Dinas Perkebunan dan Ibu pensiunan guru Sekolah Dasar. Mereka tinggal bertiga dengan anak laki-lakinya yang nomer dua di rumah dengan halaman yang cukup luas. Â Dua anak laki-laki yang lain sudah hidup masing-masing dengan keluarga kecilnya.Â
Bapak dan ibu suka menanam dan merawat bunga. Pada sisi-sisi halaman rumahnya banyak ditanami aneka ragam bunga, termasuk bunga mawar. Halaman di depan paviliun yang ku sewa mereka tanami pokok bunga mawar yang tumbuh bergerombol dan sangat sehat. Sepertinya setiap waktu saja bunga mawar itu kuncup, mekar, lalu gugur dan menghiasi halaman dengan guguran kelopak-kelopaknya.Â
Pokok-pokok bunga mawar yang ditanam pada setiap sisi halaman rumah begitu sehatnya. Tak habis-habisnya juga kuncup, mekar dan gugur. beberapa tumbuh merambat pada dinding-dinding pagar rumah.Â
Pada mulanya aku tak tertarik dengan kehadiran bunga mawar itu. Namun suatu hari aku menyaksikan bunga mawar yang kemarin kuncup, pada pagi harinya kelopaknya mekar satu. Menurutku itu sangat menakjubkan. Maka sejak saat itu aku rajin mengamati bunga mawar itu dari ia kuncup, mekar satu persatu hingga mekar keseluruhan, layu kemudian gugur. Aku pun akhirnya tertarik untuk mengabadikannya ke dalam lensa kameraku.
Oleh karena itu juga aku jadi rajin ikut merawat pokok-pokok bunga mawar itu. Aku kadang ikut menyiraminya jika bapak dan ibu belum sempat menyiraminya. Ibu sepertinya penyuka dan pengagum bunga mawar. Ia sangat perhatian pada pokok bunga mawar yang ia tanam itu. Kadang ia memetik beberapa bunga mawar yang sedang mekar untuk ia taruh di vas bunga dalam rumah. Jika ada yang meminta bunga mawar untuk keperluan prosesi pemakaman, ibu tak pelit untuk menyilahkan siapapun mengambilnya.
Suatu hari ibu sakit keras dan harus dirawat pada suatu rumah sakit di luar provinsi. Ibu cukup lama dirawat di rumah sakit itu. Ada sekitar dua minggu lebih. Hingga akhirnya ibu meninggal dunia karena sakitnya itu.Â
Tetapi ada yang menarik sehari sebelum ibu dikabarkan meninggal dunia. Pada waktu itu hari menjelang senja menuju waktu maghrib tiba. Aku yang sedang di dalam paviliun mendengar suara ramai dari segerombolan perempuan remaja yang berjalan dari arah samping rumah menuju halaman depan paviliun. Ada satu suara yang bilang permisi untuk meminta bunga mawar. Aku sempat mengintip sebentar dari balik pintu. Ku lihat saat itu bayangan banyak orang sedang berada di sekitar pokok bunga mawar. Namun aku tak begitu menghiraukan saat itu karena aku sibuk dengan handphone. AKu juga mendengar suara mereka pergi menjauh dan mengucapkan terima kasih.
Baru ketika sholawat menuju adzan maghrib dan aku akan benar-benar menutup jendela dan pintu, pandanganku teralihkan dengan tandasnya bunga-bunga mawar pada pokoknya. Ku lihat tetangga depan rumah sedang menutup jendela, ku tanya ia "Bu siapa tadi yang barusan mampir dan ambil bunga mawar ? gila nih bunga mawarnya dihabiskan semua tak bersisa."
Ibu tetangga depan rumah menjawab dengan kening berkerut, "dari tadi aku mengobrol di teras rumah dengan tetangga lainnya, baru sebentar kita bubar, gak ada tuh yang mampir ambil bunga mawar."
"Benar bu ? tapi saya dengar orang ramai mampir dan minta bunga mawar," aku bertanya sekali lagi.