Malam yang syahdu, hawa sejuk setelah hujan, kabut yang mengambang, dan cahaya remang, ketika kami berkumpul di area outdoor café Es Em di kawasan Sudagaran Wonosobo. Pukul 21.00 WIB tepat dimulai acara jumpa novelis Aguk Irawan, MN sang penulis Haji Backpacker, dan Sang Kiai. Acara diawali dengan pementasan pantomim dari Teater Banyu yang menceritakan tentang sepatu. Kemudian, pukul 21.15 WIB dipandu oleh Om Haqqi El Anshary dipanggillah Mas Aguk yang kemudian didampingi oleh Mas Jusuf AN dan Mas Gusblero. Tadinya saya sempat bertanya-tanya, dimana Mas Aguk, dan sempat menerka-nerka (yang kemudian diketahui ternyata bapak WakaPolres) ,ternyata beliau duduk diantara penonton, dan setelah beliau tampil naik ke atas panggung, penonton-pun ber-oooo ria, hehe… [caption id="attachment_1819" align="aligncenter" width="600" caption="(dari ki-ka) Mas Jusuf AN, Mas Aguk, Om Gusblero, dan Om Haqqi"][/caption] Mas Jusuf sebagai sohib perjuangan saat di Jogja, sedikit bercerita tentang Mas Aguk bahwa karya Mas Aguk dulu juga sering ditolak oleh penerbit, namun tidak menyurutkan semangat untuk tetap menulis. Hingga pada akhirnya, ketika karya Mas Aguk mulai dikenal, justru beliau yang jadi rebutan oleh para penerbit. Mas Gusblero sendiri bercerita berdasarkan novel Mas Aguk yang sedang dalam masa promo yaitu Maha Cinta. Dari sudut pandang beliau, Mas Aguk menyajikan novel apik tersebut dengan imajinatif dan juga kisah cinta yang menyayat-nyayat. Sesi berikutnya adalah tanya jawab yang diawali oleh pertanyaan Mas Erwin Abdillah dari Wonosobo Ekspres dan Go Lokal mengenai motivasi menulis sebuah novel. Mas Aguk memberikan sedikit sharing bahwa motivasi beliau menulis sebenarnya adalah suatu proses untuk menuangkan ide, inspirasi dan juga sebagai obat untuk penyembuh kegalauan. Jadi, sebenarnya, menulis itu melegakan. Menulis itu menyembuhkan. Dan dengan menulis, kita bisa berbuat (dengan tulisan) sesuai apa yang kita mau. “ Ibaratkan menulis itu adalah sarana menenangkan hati. Misal di dunia nyata kita tergila-gila oleh wanita, buatlah di tulisanmu itu sebaliknya. Jadi wanita-nya yang tergila-gila padamu, hahahaha”, kelakarnya. Pertanyaan kedua, oleh Mas Dhimas dari Komunitas Stand Up Comedy Wonosobo yang juga pernah menelurkan buku berjudul “Penggila Jus Semangka”, yaitu tentang bagaimana perasaan jika ditolak oleh penerbit, dan bagaimana mengelola waktu untuk menulis. Mengenai perasaan jika ditolak? “ Sakitnya tuh disini!”, namun harusnya itu tidak akan pernah menyurutkan niat kita untuk menulis. Karena, menulis sebenarnya adalah sikap bebal dan pantang menyerah. Sedangkan untuk waktu menulis, Mas Aguk ini bisa menyelesaikan tulisan setebal 450 halaman dalam waktu 7 hari saja. Jadi dalam sebulan beliau bisa mengeluarkan novel sebanyak 4 buah. Bayangkan! Tapi, ternyata resepnya juga tidak kalah mudah, yaitu : Komitmen. Beliau mengaku, waktu bagi beliau yang paling nyaman untuk menulis adalah pagi hari. Makanya setiap pukul 06.00 – 09.00 beliau selalu gunakan waktu itu untuk menulis. Namun, setelah pukul 09.00 beliau tidak bias memaksakan diri untuk kembali menulis. Jadi, 3 jam itu beliau manfaatkan benar-benar untuk menulis banyak lembar. Tapi uppssss, dia juga bongkar satu rahasia dan resep lagi lho, ketika pikiran dan inspirasi mulai buntu, beliau mulai membuka novel untuk penyegaran, novel yang beliau sering baca untuk penyegaran adalah milik Hamka dan juga Pramoedya. Selanjutnya, muncul juga pertanyaan-pertanyaan mengenai buku-buku Mas Aguk yang berlatarbelakang Sikunir namun beliau belum pernah ke Sikunir. Maka, Mas Aguk ini menjelaskan bahwa setiap orang mempunyai metode dalam menulis berbeda-beda. Untuk Mas Aguk sendiri, beliau orang yang cenderung lebih senang meng-imajinasi-kan sesuatu yang liar. Menurut saya, sedikit ekstrim sih, hehe. Beliau pernah membayangkan bagaimana rasanya mati, bagaimana rasanya kepala beliau terlindas truk, hingga membayangkan sesuatu yang romantis tentang menjadi hujan rintik-rintik yang jatuh tepat di hidung perempuan cantik, hehehe… Acara semakin malam dan pertanyaan dari audiens pun semakin mengganas. Para sastrawan Wonosobo Mas Jusuf AN, Mas Gusblero dan Om Haqqy juga mengutarakan ide dan motivasi dalam menulis. Hadir pula banyak mahasiswa dari PMII Unsiq Wonosobo yang juga bertanya bagaimana cara pengumpulan data dalam membuat novel, dan beberapa mengupas novel mas Aguk yaitu Sang Kiai, novel tentang pendiri NU, bahkan saat mencari inspirasi dirinya sengaja tidur di makam Kiyai Haji Hasyim Asy’ari supaya bermimpi dan mendapatkan ilham. Sebetulnya, tadi siang mas Aguk juga sempat mengisi acara di Unsiq, juga tentang penulisan. Dan yang datang di acara malam ini, juga banyak yang datang di acara tadi siang. Mereka masih mau mendengarkan celoteh mas Aguk yang menurut saya menyenangkan, berbanding terbalik dengan novel serius yang pernah dia tulis. Namun, ternyata dia cukup romantis dengan menyisipkan banyak kata-kata pamungkas yang mendayu-dayu. Novel Maha Cinta karyanya sekarang sedang dalam masa promo. Selain itu beliau juga sedang mengerjakan sebuah novel roman tentang surat-surat yang pernah dikirimkan Gus Dur kepada Ibu Sinta. Entah bagaimana cara beliau mendapatkannya. Hehe. Setelah novel Sang Kiai dan Haji Backpacker difilmkan oleh sutradara kondang Hanung Bramantyo, Aguk juga berencana ingin mengangkat sebuah novelnya lagi menjadi sebuah film, namun dengan catatan, beliau sendiri yang menyutradarainya. Banyak sekali motivasi dan juga tips-tips menulis dan tentang penulisan yang dibagi olehnya. Beberapa diantaranya :
- Niat
Aguk menyadari bahwa dengan waktu yang konsisten, bisa membuatnya menulis novel setebal bantal dalam waktu hanya seminggu. 7 hari. Dan dalam sebulan, beliau bisa membuat 4 novel sekaligus. Niatkan diri dan jauhkan dari hal-hal yang dapat mendistraksi kegiatan penulisan.
- Buat target dan pencapaian
Buatlah target dalam penulisan Anda. Perlahan, jangan dipaksakan, tapi ada progress. Aguk mencontohkan, misal dalam sebulan beliau ingin menulis novel setebal 500 halaman, berarti misal dibagi dalam 30 hari, dalam sehari hanya butuh menulis sebanyak 16-17 halaman saja. Dan seterusnya.
- Konsisten dan istiqomah
Menulis juga membutuhkan ke-istiqomah-an yang tinggi. Karena, menurut Aguk, bahwa jika kita lebih memberikan toleransi kepada ‘konsisten’ menulis, maka hasilnya tidak akan maksimal. Untuk itu kita harus lebih bisa konsisten. Waktu untuk menulis yang efektif menurutnya adalah bukan waktu dengan durasi yang lama, 2-3 jam sudah cukup. Namun, secara konsisten.
- Perbanyak baca novel orang lain
Ketika Aguk merasa terhambat saat menulis, maka yang beliau dilakukan adalah membaca novel karya Hamka dan Pramoedya untuk penyegaran dan pancingan. Karena, dengan membaca kita jadi bisa lebih mengeksplorasi tulisan kita.
- Jangan takut ditolak
Penolakan memang menyakitkan. Aguk membuktikan bahwa dulu saat dia awal-awal berjuang, dia kerap mengalami penolakan dari penerbit kecil maupun pnerbit mayor. Namun, dengan usaha yang gigih dan pantang menyerah, beliau bisa lantang berkata, “Saya dulu sering sekali ditolak penerbit, sekarang saya justru bisa menolak penerbit”. Intinya, sesuatu yang kita lakukan terus menerus dengan keihkhlasan, maka akan membuahkan hasil yang kita harapkan, hanya waktunya yang masih menjadi misteri. Jadi, pernah ditolak? Sakit hati? Boleh. Tapi, harus langsung move on doong…
- Inspirasi datang darimana saja, dari siapa saja, dari apa saja
Jangan kira kita hanya bisa menulis ketika kita mengalami hal yang kita tulis. Justru sebaliknya, kita malah bisa lebih mengeksplorasi alam imajinasi kita yang luas dan masih murni. Bahwa inspirasi pun tidak hanya ada di tempat yang sepi, bisa saja di tempat yang ramai. Tidak hanya saja berasal dari seseorang yang mainstream, bahkan bisa saja datang dari orang yang terlihat biasa. Contohnya, ketika Aguk menulis tentang Sikunir, beliau hanya melihat foto Sikunir yang indah yang ada pada brosur di pesawat saat membawanya ke suatu tempat. Kemudian, beliau akhirnya memutuskan menulis novel dengan latarbelakang Sikunir hanya bermodalkan foto. Jadi, galilah inspirasi dimana saja, dari siapa saja dan apa saja.
- Jangan serakah, sedekah dengan ikhlas
Ingat, rezeki hanya datang dari Allah. Jangan lupa sedekah dengan ikhlas yaaa... agar apapun yang diinginkan, setelah kita berusaha maksimal, bisa lebih lancar dan dipermudah jalannya. Amin... Acara resmi ditutup pukul 23.45 WIB dengan pembacaan puisi berjudul “Apa Itu Cinta”, karya mas Aguk oleh Mas Yayang, salah satu komunitas sastra. Nuansa yang hening, dan kabut tipis menambah syahdunya pembacaan puisi yang sarat makna oleh cinta. Terimakasih Mas Aguk atas inspirasi dan motivasinya. Kami tunggu kedatangannya lagi di Wonosobo :) [caption id="attachment_1820" align="aligncenter" width="600" caption="Saya dan Mas Aguk Irawan :) Thanks Mas bojo, Erwin Abdillah, fotonya :*"]
Di wonosobo, hari terasa lebih cepat bergegas dari biasanya, hujan rintik-rintik dan kepungan kabut yang menyentuh pepohonan seperti pengalaman pada ciuman pertama. Sudah pukul setengah tujuh pagi, tapi aku masih mecintai selimut dan kemalasan yang begitu indah? Selimutpun nampak begitu manja pada tubuhku, lengket seperti kenangan yang tiba-tiba menyergap tubuh. Hari apa sekarang?
Siapa yang tak terayu? :) Oiya, ada yang belum baca novel Maha Cinta? Penasaran? Yuuuk, beli dan baca! Akan kita temukan kisah cinta yang sesungguhnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H