Juga terdapat dalam surat ke 82 ayat 10-12:
“Padahal sesungguhnya bagi kamu ada (malaikat-malaikat) yang mengawasi (pekerjaanmu), yang mulia (di sisi Allah) dan mencatat (pekerjaan-pekerjaanmu itu), mereka mengetahui apa yang kamu kerjakan.”
Ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa umat manusia nantinya akan diaudit oleh Allah di akhirat, di mana buku hasil perbuatan manusia akan disajikan dan selanjutnya manusia akan diberikan balasan yang baik atau dihukum berdasarkan "hasil audit".
Dapat disimpulkan dari penelitian ini mengenai urgensi auditor syariah dalam industri keuangan syariah adalah sebagai ‘penjamin’ dalam menjaga keberlangsungan dan pengembangan industri ini di masa sekarang dan yang akan datang agar tetap stabil dan bergerak ke arah yang lebih signifikan. Saat ini industri keuangan syariah terus maju dan berkembang, masalahnya hal ini tidak dibarengi dengan jumlah SDM yang mumpuni dalam memenuhi kualifikasi sebagai auditor syariah yang cakap dan handal. Urgensi auditor syariah selain sebagai ‘penjamin’ seperti yang disebutkan di atas, juga sebagai pengawas dalam operasional industri keuangan syariah. Mereka memastikan bahwa praktik-praktik yang dilakukan oleh industri ini haruslah tetap berada dalam koridor syariah dan menghasilkan keuntungan dan atau manfaat (dalam konteks organisasi nirlaba) yang halal dan tidak menzalimi pihak-pihak lain.
Di Indonesia sendiri industri keuangan syariah terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Menurut data statistik yang di rilis BI 2015, total aset yang dimiliki BUS dan UUS di Indonesia pada tahun 2009 sebesar 66.090 miliar rupiah kemudian pada 2010 meningkat menjadi 97.519 miliar dan pada 2011 naik lebih signifikan sebesar 145.467 miliar.
Permasalahan yang terjadi di Indonesia pun masih serupa dengan yang terjadi di Brunei, yaitu kurangnya tenaga kerja handal dalam industri keuangan syariah. Seperti beberapa DPS (Dewan Pengawas Syariah) di Indonesia yang masih memiliki rangkap jabatan di berbagai institusi keuangan syariah. Juga pengetahuan DPS yang hanya berkaitan dengan pemenuhan prinsip-prinsip dalam sisi syariah dan memiliki keterbatasan dalam sisi akuntansi dan audit.
Di Indonesia pun jumlah auditor syariah dapat dihitung dengan jari, hal ini dapat memengaruhi eksistensi industri keuangan syariah karena saat ini masih banyak tenaga kerja yang diambil merupakan ‘pindahan’ dari industri keuangan konvensional. Tentu saja ini merupakan masalah yang harus segera ditangani, karena umumnya tenaga kerja ‘pindahan’ ini hanya sekedar tahu bahwa sistem riba itu tidak diperbolehkan kemudian menggantinya dengan sistem bagi hasil dan marjin. Namun, esensi dari bagi hasil dan marjin ini sendiri mereka belum paham.
Jadi upaya terkonsentrasi dan terkoordinasi antara pemerintah, industri dan akademisi selanjutnya diperlukan untuk menjamin kelangsungan penyediaan SDM yang berpengetahuan dan berkualitas tidak terganggu dan berpotensi memberikan dampak yang tidak diharapkan untuk industri berbasis syariah ini.
Wallahu’alam.
Di resume oleh: Kinanti Wening Astuti