Mumpung masih segar dalam ingatan, saya akan melanjutkan bagian terakhir yang akan menjadi penutup  ulasan tentang Sumatra Barat. Semua catatan perjalanan siap, internet siap, let’s go!
HARI 2
Sebelum meninggalkan Bukit Tinggi, saya dan suami mampir lagi ke Sianok hanya untuk mencicipi Gulai Itiak Lado Mudo Ngarai yang terkenal. Bayangkan, kemarin saya sudah kemari untuk makan siang dan baru jam 1 siang, itik maupun ayamnya sudah ludes terjual! Dan that’s it, begitu habis langsung lapak tutup.
Pagi ini saya tiba di rumah makan ini jam setengah 9, dan meja baru terisi 2. Menunya sebenarnya ya itik rebus dengan bumbu cabe ijo yang super gondrong. Cukup menggoyang lidah untuk menu pagi hari, haha. Rumah makan ini juga menjual gulai tunjang sapi yang rasanya kok lebih enak ketimbang itiknya ya? Namun jika Anda kebetulan berada di Bukit Tinggi, sempatkan makan di tempat ini karena rumah makan ini sudah terkenal di mana-mana.
Perajin di sini masih menggunakan alat tenun tradisional, rumahnya pun rumah-rumah panggung kayu, namun dalamnya bersih dan adem. Baru sekali ini saya masuk ke dalam rumah panggung yang biasanya hanya saya kenal melalui novel-novel Tere Liye, itupun saya tidak yakin bisa masuk ke dalam kalau tidak diajak sama Uda Koin berhubung perajin ini kenalan Uda.
Meskipun demikian, saya sama sekali tidak dipaksa untuk membeli hasil tenunan ibu ini, malah beliau dengan ramah mau mencontohkan cara menenun. Melihat pengerjaannya, pantas saja kalau songket dijual mahal! Detil dikerjakan sangat teliti, dimasuk-masukkan dalam sulur-suluran benang yang diregang. Benang yang dipakai juga bagus, pilihan warnanya bagus! Dalam sehari paling kemajuannya hanya 5 cm! butuh kesabaran tingkat tinggi.
Ibu ini biasa ikut Inacraft juga lho dan menerima pesanan, kira-kira 3 bulan sebelum hari H jika ingin memesan, dan pengirimannya bisa lewat JNE sehari sampai =D. Jika ingin melihat video proses penenunan walaupun singkat, bisa lihat di instagram saya.
Anda tentunya pernah mendengar bukan, prasasti Adityawarman yang isinya tentang irigasi atau menghadiahkan banyak sapi kepada raja lainnya? Ternyata semua ada di kota kecil ini, masuknya tidak dipungut bayaran, namun ada sedihnya. Seperti biasa, tangan-tangan gatal manusia suka usil mengambili beberapa properti di cagar budaya untuk dijual sebagai barang langka, secara penjaga cagar budayanya juga tidak ada!