Mohon tunggu...
wenny kurniawan
wenny kurniawan Mohon Tunggu... -

doctor/love traveling, reading, dogs/eager to learn anything new/passionate about life

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Mengemas Ranah Minang Tidak Cukup dalam Satu Ulasan (Part 1)

11 Mei 2016   09:45 Diperbarui: 11 Mei 2016   12:24 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perjalanan saya lanjutkan ke Danau Maninjau yang terletak di Kabupaten Agam. Danau Maninjau ini sudah tereksploitasi walaupun belum separah Danau Singkarak. Danau ini sangat luas dan ketika saya tiba sehabis hujan, kabut tipis menutupi permukaan danau. Untuk mencapai bibir danau kita harus melewati 44 kelokan, siap-siap yang mudah mabok karena kelokannya curam, tajam, dan patah! Kami makan siang di tepi danau ini, kemudian perjalanan kami lanjutkan ke daerah perajin perak (silverwork) yang berjarak 36 km dari danau.

Oh iya, makanan khas danau ini adalah ikan bili-bili. Ikan ini enak digoreng kering kemudian dicocol sambal yang sudah menjadi keahlian orang Minang untuk membuatnya. Ikan bili-bili ini awalnya populer di Danau Singkarak, namun karena sudah terlalu diekspoitasi dan juga ditangkap berlebihan, konon ikan bili-bili di Singkarak sudah langka. Pun kalau ada, itu yang dikirim dari Medan.

Danau ini luas banget lho! Danau Maninjau yang berpayung sama kabut

Daerah perajin perak berada di Koto Gadang. Kami sempat melihat-lihat cara pembuatan perak di salah satu perajin bernama Uda Cici. Pembuatannya masih sangat manual! Cetakan, ukiran, benang perak berulir, detil hiasan yang berukuran hanya beberapa millimeter, semua dikerjakan tanpa mesin! Uda Cici sempat curcol sedikit sih, bahwa sayang sekali perajin perak sudah semakin langka.

Generasi muda Minang sangat jarang yang tertarik untuk belajar tradisional seni membuat perak, padahal yang menawarkan ingin memodali sangat banyak baik dari dalam maupun luar negeri! Apa pasal? Ternyata membuat kerajinan perak tradisional sangat pelik dan butuh kesabaran serta ketelitian tingkat tinggi mengingat orang Minang sangat peduli terhadap detil.

Untuk membuat hiasan mata kalung saja butuh waktu berbulan-bulan, kata Uda Cici “Sampai mata nih mau menangis saking kecil-kecilnya. Susah ini bikinnya, belum dibakarnya mesti hati-hati. Terlalu lama, maka perak akan meleleh dan harus dibuat lagi dari awal.” Uda Cici mengatakan pengerjaan kerajinan perak sangat tergantung mood, dan karena pengerjaan 1 benda saja bisa berbulan-bulan maka harganya juga tidak murah. Modalnya saja, sebongkah perak 1 kg bisa IDR 10 jt! Perak kalau asli ya seperti emas, lunak bisa dibentuk-bentuk dan tidak cepat hitam seperti yang dijual di mal.

Uda Cici ini udah certficated lho sebagai perajin perak profesional
Lihat detilnya! Semua dikerjakan satu-satu, manual, dan dibakar sendiri

Lepas dari silverwork, saya diajak Uda Koin mengunjungi 1 ngarai yang super bagus! Jauh jauh jauh lebih bagus ketimbang Ngarai Sianok karena belum ada akses ke ngarai itu. Sungai di bawahnya masih belum tercemar, pohon-pohonnya masih utuh.

Di ngarai ini jika berteriak maka pantulan (echo) nya akan jelas terdengar. Saya tidak akan membagi lokasi ngarai yang 1 ini juga, karena saya takut akan dirusak lagi oleh manusia-manusia yang tidak sungguh-sungguh cinta dan peduli sama alam, hanya ingin foto-foto eksis di socmed. Bayangkan, di ngarai sebesar ini isinya cuma ada saya dan Uda Koin! Jika ingin mendengar dan melihat pemandangan 180 derajat ngarai ini, bisa dilihat di instagram saya.

Ngarai kalau masih belum terjamah manusia rupanya elok seperti ini

Matahari sudah mulai tumbang di sisi barat, sudah waktunya saya kembali ke Bukit Tinggi untuk jalan-jalan di pusat kota, melihat Jam Gadang yang menjadi icon Bukit Tinggi. Saking menjadi maskotnya bangunan ini, sampai ada yang bilang “belum ke Bukit Tinggi kalau belum foto sama Jam Gadang” haha.. sebenarnya yang membuat unik bangunan ini adalah di angka jamnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun