[caption caption="worldcancerday.org"][/caption]Tanggal 4 Februari kemarin merupakan Hari Kanker Sedunia. Instansi tempat saya menjalani pendidikan di dunia kesehatan menggelar ajang yang cukup besar dan menarik perhatian dengan tujuan mengedukasi orang awam bahwa penyakit kanker justru banyak menyerang negara berkembang namun 43% kanker dapat dicegah dengan gaya hidup yang baik dan sehat seperti :
- Mengurangi konsumsi tembakau dan alkohol
- Mengurangi paparan bahan pemicu kanker
- Mengikuti program vaksinasi
- Menjalani perilaku hidup bersih dan sehat
Melalui ulasan ini saya ingin memperkenalkan akupunktur dalam peranannya mengatasi nyeri. Untuk itu kita harus mengetahui sedikit tentang nyeri dan bagaimana mekanisme kerja akupunktur, karena akupunktur sekarang sudah masuk ke dalam Ilmu Pengetahuan Berbasis Bukti (Evidence Based Medicine). Mekanisme kerja akupunktur sudah dapat dipertanggungjawabkan secara medis dan dinilai efektivitasnya dengan parameter yang sudah diakui secara internasional. Mari kita mulai dari pembahasan tentang nyeri pada penderita kanker itu sendiri.
Pasien kanker biasanya akan menjalani terapi seperti pembedahan, radioterapi, maupun kemoterapi di mana semua tindakan ini akan mengakibatkan nyeri. Data yang ada menunjukkan bahwa 40% pasien kanker stadium awal sampai menengah, dan 90% dari pasien kanker stadium lanjutan menderita nyeri sedang sampai berat.
Nyeri yang dirasakan pasien kanker berupa nyeri neuropatik, suatu jenis nyeri yang tidak disebabkan oleh adanya rangsang pada serabut saraf nyeri, namun karena kerusakan saraf akibat penyakit atau penekanan saraf oleh tumor. Nyeri neuropatik ini tidak terlalu berespon terhadap obat antinyeri bahkan golongan opioid sekalipun, karena itu pemberian antinyeri kepada pasien kanker seringnya tidak cukup mengurangi nyeri yang dirasakan pasien.
Penusukan jarum akupunktur (atau dengan modifikasi lainnya seperti elektroakupunktur) akan menyebabkan reseptor mengirimkan rangsangan ke saraf tepi (spinal) untuk kemudian diteruskan ke otak melalui jalur asendens. Otak akan merespon dengan melepaskan neurotransmitter (substansi kimiawi yang mempunyai efek spesifik terhadap tubuh), salah satunya adalah mekanisme pelepasan neurotransmitter opiat endogen. Opiat endogen adalah substansi kimiawi seperti opioid namun alamiah (dihasilkan oleh tubuh kita sendiri) dan memiliki efek antinyeri.
Beberapa contoh opiat endogen yakni beta-endorfin ditemukan meningkat dalam liquor cerebro-spinalis (LCS) dan enkefalin meningkat di dalam plasma tubuh dengan elektroakupunktur. Selain produksi opiat endogen yang meningkat, peneliti juga menemukan hubungan antara akupunktur dengan peranan sistem monoaminergik yang lebih ditekankan pada neurotransmitter serotonin. Serotonin juga merupakan salah satu neurotransmitter yang berperan untuk menekan rasa nyeri. Penelitian yang ada menunjukkan meningkatnya pelepasan serotonin dari area di atas batang otak dan hipotalamus dengan elektroakupunktur pada frekuensi 2 Hz.
Penelitian yang sudah pernah dilakukan membandingkan penurunan nyeri pada pasien di kelompok yang mendapat kombinasi terapi akupunktur di titik yang tepat dan obat antinyeri, dengan kelompok yang mendapat kombinasi terapi akupunktur plasebo (bukan titik akupunktur yang tepat) dan obat antinyeri. Setelah 2 bulan, penurunan rasa nyeri dinilai dengan Visual Analog Score (VAS), hasilnya adalah pada kelompok dengan terapi akupunktur di titik yang tepat terdapat penurunan rasa nyeri sebesar 36% sedangkan pada kelompok dengan terapi akupunktur plasebo penurunan rasa nyeri hanya sebesar 2%. Perbedaan antara 2 kelompok ini secara statistik dinyatakan bermakna, sehingga kesimpulan dari penelitian yang pernah dilakukan ini adalah terapi akupunktur sangat bermanfaat untuk mengurangi nyeri ketimbang hanya diberikan obat antinyeri saja (penelitian dilakukan oleh Alimi dkk pada tahun 2003).