Mohon tunggu...
Weni Suryandari
Weni Suryandari Mohon Tunggu... -

Seorang peremppuan biasa yang berusaha tegar, menulis adalah katarsis jiwanya...\r\n

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Potensi Sebagian Guru PNS di Sekolah Negeri Masih Kurang Memadai

20 Juli 2011   05:48 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:32 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Potensi Sebagian Guru PNS di Sekolah Negeri Masih Kurang Memadai

Beberapa tahun belakangan sejak era pemerintahan Gus Dur, lalu berlanjut ke era SBY, peningkatan gaji guru PNS mengalami lompatan luar biasa. Selain gaji, tunjangan-tunjangan ekstra juga diperoleh setiap bulannya, atau paling tidak dirapel dalam beberapa bulan. Bandingkan dengan guru SD swasta, gaji diperoleh hanya melalui iuran SPP siswa yang harus dialokasikan setiap bulannya untuk gaji guru dan pengelolaan infrastruktur sekolah.

Saya hanya akan menyoroti beberapa sekolah negeri di Jakarta (tentu tak bisa disamakan dengan sekolah negeri di daerah yang masih banyak tertinggal). Beberapa guru bidang studi tak memiliki pengetahuan yang lebih dari cukup untuk diajarkan kepada siswanya. Bahkan ada beberapa guru yang hampir tak pernah masuk untuk memenuhi jam tugas mengajarnya sesuai jadwal, yang berakibat rendahnya hasil ulangan seluruh siswa, sehingga harus selalu mengikuti remedial.

Sesungguhnya, keberhasilan seorang guru ditentukan oleh beberapa indikator, diantaranya pencapaian prestasi akademis siswa yang (paling sedikit) 70 persen dari seluruh siswa menguasai materi. Hal demikian sudah lazim dalam ilmu pedagogic di manapun, sejak zaman kuno hingga kini. Persoalan akan menjadi parah ketika hampir seluruh siswa (98%) di seluruh kelas yang diajarkannya harus mengikuti remedial sebab hasil ulangannya tidak memenuhi KKM (Kriteria Kenaikan kelas Minimal). Ini terjadi beberapa kali! Logika apa yang bisa diterima ketika guru-guru semacam ini masih terus diberi wewenang mengajar?

Hal lain lagi, ketika seorang guru selalu membuat soal yang salah dalam setiap proses KBM sehari-hari, latihan, ulangan, bahkan LKS. Seorang anak/siswa (sebut saja Firda) selalu protes kepada guru Bahasa Inggrisnya ketika sang guru memberikan jawaban yang salah dalam setiap kesempatan pembahasan soal. Bagaimana Firda tidak protes sedangkan Firda (anak cerdas dan selalu jadi juara kelas) sudah mampu membantu orang tuanya untuk memberi les tambahan pada anak anak SD, membantu Ibunya mengajar. Ia menguasai materi TOEFL dengan baik meski tidak sempurna. Ia telan semua ilmu dari sang Ibu yang memang sarjana Bahasa Inggris dan dosen di banyak tempat. Setiap sore sepulang sekolah, Firda selalu mengadukan seluruh situasi kelasnya bersama guru-guru; Matematika, Bahasa Inggris, Sains, dan lainnya kepada Ibunya.

Saya hanya geleng geleng kepala mendengar celoteh Ibu Firda tentang guru yang berstatus PNS, tapi kompetensinya menurunkan wibawanya sendiri di mata anak-anak didiknya. Belum lagi perilaku “pelecehan” seksual terhadap murid wanita, bahkan pelecehan mental terhadap siswa yang kurang mengerti selama proses pembelajaran. Kemana siswa akan mengadu? Tak ada! Siswa takut ditekan, atau “malu” jika jadi bahan olok olok seluruh sekolah.

Yang menjadi pertanyaan meruncing adalah, apakah guru bidang studi tersebut, memang berlatar belakang pendidikan sarjana bidang studi yang diajarkannya? Mengapa bisa terjadi salah penempatan? Atau memang kualitas kesarjanaannya kurang baik? Padahal begitu banyak sarjana pendidikan yang mumpuni yang sulit diangkat menjadi PNS. Atau mungkin karena kurang katabelece?

Persoalan mendasar negeri ini terletak pada bidang pendidikan, pembentuk watak generasi masa depan bangsa. Sampai kapan keadaan ini akan terus carut marut?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun