Pemerintah semakin serius dalam menjalankan rencananya untuk memindahkan Ibu Kota negara ke Kalimantan Timur. Pembangunan istana Ibu Kota Negara (IKN) baru akan dimulai tahun 2022 ini dan pemindahan Ibu Kota dijadwalkan dilakukan sebelum tahun 2024. Presiden Joko Widodo pun telah menyetujui desain Istana IKN baru hasil rancangan I Nyoman Nuarta. Hasil rancangan tersebut dinilai ikonik sebab desain bentuk istana menyerupai burung garuda dianggap sebagai simbol jati diri dan pemersatu bangsa Indonesia.
Desain istana IKN baru yang terpilih sebelumnya sempat viral di media sosial dan banyak dikritik, khususnya oleh kalangan profesi arsitek Indonesia. Kelompok asosiasi profesi arsitek kompak merilis pernyataan sikap dan mengutarakan bahwa desain istana tersebut sangat tidak mencerminkan kemajuan peradaban di era digital dan bangunan emisi rendah karbon.
Salah satu kritik yang menarik adalah bahwa desain istana dengan bentuk garuda seperti itu hanya mementingkan metafora atau citra, sebuah pendekatan merancang yang dianggap tidak relevan dengan perkembangan zaman.
Hal menarik lain adalah latar belakang I Nyoman Nuarta yang bukan seorang Arsitek profesional. Beliau sendiri dikenal sebagai seniman patung ternama dengan beberapa karya besarnya, seperti patung raksasa Garuda Wisnu Kencana (Bali) dan patung Arjuna Wiwaha (Jakarta).
Beberapa pihak pun mempertanyakan mengapa seorang pematung dapat terpilih menjadi arsitek istana negara. Dalam hal ini, pendekatan yang diterapkan beliau dalam merancang istana negara jelas sangat berbeda dengan pendekatan merancang arsitektur, yang mana lebih berfokus pada citra dan estetika melalui pendekatan metafora bentuk.
Metafora dalam arsitektur dapat diartikan sebagai suatu pendekatan merancang bangunan yang mengumpamakan atau menyerupai sebuah objek, misalnya bentuk tumbuhan atau hewan. Rancangan istana IKN baru mengadopsi pendekatan ini dengan mengambil bentuk burung garuda sebagai objek metafora. Pendekatan metafora juga dapat mengumpamakan hal-hal yang non fisik, seperti pesan, puisi atau nilai filosofi tertentu agar dapat mengeksplorasi bentuk arsitektur menjadi lebih estetis, atraktif dan unik.
Sebenarnya penerapan metafora dalam arsitektur tidak salah, apalagi jika diterapkan pada istana IKN baru yang dituntut untuk dapat menjadi “ikonik”. Namun, yang perlu diperhatikan adalah apakah bentuk metafora memberi faedah-faedah lain disamping bentuk estetisnya saja.
Salah satu faedah penting adalah aspek ramah lingkungan yang menjadi salah satu kriteria utama pada sayembara desain istana IKN baru. Misalnya, bentuk garuda ternyata dapat meminimalkan sumber daya bahan material atau dapat memaksimalkan penggunaan material lokal sehingga dapat meminimalisir jejak karbon dan energi transportasi saat proses pembangunannya.
Intinya, desain arsitektur yang ramah lingkungan bukanlah hanya sekedar dengan memasang panel surya atau teknologi canggih agar bangunan menjadi hemat energi, tetapi bagaimana arsitek dapat mengkondisikan manusia untuk meminimalkan sumber daya alam, energi dan karbon sejak awal proses konstruksi hingga digunakan untuk berkegiatan.