Mohon tunggu...
wendy setiawan
wendy setiawan Mohon Tunggu... -

berikrar untuk menjadi orang yang belajar, tidak merasa pintar namun berusaha untuk ' pintar merasa '

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Trip to Boscha

16 Oktober 2010   10:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:23 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Sebenarnya perjalanan ini sudah kurencanakan sejak bulan lalu, tepatnya sejak Ramadhan. Namun baru terealisasi hari ini. keingintahuanku akan antariksa dan pemandangannya ku awali dengan meloncat ke dalam bus Arimbi ini. Aku duduk di samping pak kusir yang sedang bekerja, ah aku salah ketik, bukan itu adalah penggalan lirik lagu waktu kecil, aku pilih kursi deretan ke tiga dari pintu depan. Tarif yang tertera di atas dashboard menunjukkan perbedaan yang cukup mencolok dengan ongkos dua tahun lalu ketika terakhir aku ke Bandung dengan armada yang sama. Menurut statistik tarif ini telah naik 20% mengikuti laju inflasi (year on year). Bus melaju pukul enam tepat ketika sang surya beranjak naik. Tol masih lancar, dan Cipularang masih membiaskan cahaya pagi yang memukau. Melaju di antara himpitan bukit dan hamparan daun hijau berklorofil penuh, karena masih pagi dan banyak menyerap cahaya. Tepat pukul sembilan aku sudah ada di Leuwipanjang, Bandung. Aku bertanya pada akang penjual bubur, naik apa ke Boscha, “ ari langsung mah teu aya, paling tidak dua kali angkot” ia bicara dalam dua bahasa, aku coba translate. Setelah ku cerna semua percakapan itu barulah ku tetapkan langkah berikutnya yaitu bus PPD, Damri.

Dengan Damri menuju terminal Ledeng di daerah Lembang. Bus yang sumpek dan karatan. Kursi kursinya seperti sudah tak bertuan, dijejali penumpang begitu saja. Aku duduk lagi, di deretan ke tiga lagi namun kini di sebelah kiri. Belum lama aku duduk, pengamen naik panggung. Memainkan melodi dengan tujuan menghibur. Satu tembang lawas dari maestro hidup Indonesia, melantunlah Surat Buat Wakil Rakyat - nya Iwan Fals. Imajinasiku melayang ke tengah Ibu Kota Jakarta, di Senayan sana tempat hang out para politisi, seratus lima puluh kilometer ke arah barat. Tempatnya wakil rakyat yang serakah, tak tahu diri dan manja bukan main. Tak tahu apa gunanya mereka itu selain minta jatah dan maunya macam - macam. Tak berapa lama, ritme selesai dan musisi mengakhiri performance pagi itu dengan satu closing statment yang menghimbau “ Demikianlah sebuah lagu dari kami mengiringi perjalanan anda, semoga selamat sampai tujuan, jangan lupa jaga barang - barang bawaan anda jangan sampai tertinggal apalagi tertukar. Thanks for your attention “ tutupnya in English. Lalu ia hilir mudik menadahkan bungkus kosong Kopiko, orang – orang mencemplungkan uang receh sebagai tanda applause, itulah benteng rapuhnya kala lapar memanggil. Tidak seperti wakil rakyat, tokoh antagonis dalam lirik lagu barusan, yang lelah karena terbahak – bahak dan berkeringat karena kekenyangan. Semua dengan uang rakyat.

Belum dua puluh detik, pedagang ambil bagian. “ Selamat pagi Bapak Ibu, sadayana, di sini saya bawakan sebuah lem, perekat serbaguna untuk kebutuhan rumah tangga” ia membuka penawaran. Produknya itu sebuah lem dan aku kenal merek itu, Power Glue. Lem super kuat itu. “kalau di toko harganya bisa tujuh ribuan Bapak2 Ibu2, khusus di sini saya tawarkan tiga ribu rupiah saja” ia membujuk dengan special price.Pada setiap penumpang ia memberikan satu sample. Aku tak tertarik namun ku lihat sebentar tentu tak rugi. Ternyata merknya bukan power glue tapi power blue. Barangkali lem biru, lempar beli baru. Jelas ini tiruan, pirate product. Tapi aku tak ambil pusing, toh aku tak membeli. Seorang penumpang tertarik, “Dua lima ribu ya mang “ ia menawar harga yang sudah murah. Kapitalis berpikir sejenak lalu menjawab “teu bisa A, eta mah harga modalna wae atuh” negosiasi terjadi dan transaksi berjalan alot. Orang Bandung, di luar isu geng motor dan video asusila, memang terkenal ramah. Buktinya sapaan “A” itu seperti kondektur tadi menarik ongkos dariku “ongkosna A, dua ribu saja” sapanya dengan nada sopan dan khas Sunda, “A” itu sama dengan Kakak padahal ia lebih tua dariku. “Dua mah jadi genep ribu A” pedagang mengkalkulasi dan menginfo harga pada konsumennya. Tentu saja yang ia maksud harga modal tadi sudah termasuk biaya produksi ongkos distribusi dan margin yang diperoleh, karena menurut teori biaya tak mungkin sebuah produk sampai di tangan konsumen masih di tingkat modal. “ Yasudah, lima ribu A ngga apa – apa panglarislah “ pedagang kompromistis. Dan ia senang telah menipu saudaranya sendiri, ia turun dengan senyum lima ribuan, mengibas - ngibas uang itu ke seluruh propertinya dengan harapan akan laku lagi. Luar biasa memang tenaga dari kemiskinan dan hasrat memenuhi kebutuhan. Motif ekonomi itu telah menempanya sebagai pribadi yang profit oriented. Mengagungkan teori ekonomi lama namun masih sangat relevan dengan keadaan kini yaitu : berbisnis dengan modal sekecil – kecilnya dan untung sebesar – besarnya. Tapi berapa besarlah keuntungan dari produk tiga ribuan itu dibanding sikap koruptif pejabat negeri ini yang rela menukar nurani dan integritas demi hidup sekuler dan mewah penuh tipu.Namun kawan selalu ada sisi positif dari setiap angle kehidupan yang kita jalankan. Paling tidak pengalaman tadi telah membuka mataku bahwa setiap peran yang kita mainkan di dunia ini adalah hak prerogratif - Nya sebagai director dan tak ada peluang berdemokrasi dengan Tuhan. Aku coba mengurai pengalaman tadi secara komprehensif, menyeluruh dari berbagai sudut. Dari caranya membuka penawaran tadi adalah kombinasi antara desain komunikasi visual dengan tingkat keberhasilan feed back cukup tinggi karena dilakukan secara tatap muka, live dan realtime. Lalu caranya membanting harga di tengah penawaran adalah strategi marketing yang mengintimidasi dan secara psikologis telah berhasil memberi pengaruh pada customer, paling tidak berhasil membuat produknya di lihat orang. Meski secara anatomi fisiknya ‘ tak menjual ‘, namun ia berhasil berkat dukungan komunikasi komersial tingkat tinggi. Ia telah memenuhi empat P sebagai syarat dari strategi marketing, yaitu Price ( melalui harga yang kompetitif), Product (walau tiruan), Promotion, dan Place (tempat yang strategis di dalam bus).

Pedagang selesai, Damri tak kunjung berangkat. Seekor burung gereja menukik tajam, landing di jendela. Tak lama ia take off, lalu pergi lagi. Bus baru jalan. Dalam hal kemacetan, Bandung sudah hampir seperti Jakarta. Setelah Leuwipanjang langsung ke jalan Setiabudi lalu aku turun di terminal Ledeng, berlanjut naik Colt warna cream menuju Lembang. Colt terbatuk – batuk menaiki jalan terjal menanjak, sesekali asap hitam pekat mengepul dari knalpot butut dan karatan. Mobil di belakang sampai tak kelihatan saking hitamnya asap kendaraan. Lima belas menit kemudian, setelah sempat putar balik karena terlewat, aku tiba lalu turun dan ternyata ini sebuah pasar. Rupanya Observatorium Boscha masih harus naik lagi, dengan ojek empat ribu rupiah aku sampai di pos Security. Sepi sekali, Boscha ramai pada saat libur sekolah. “ lurus saja nanti di sana ada tempat pendaftaran “ kata pa satpam. Tempat ini semula kukira semacam museum tapi rupanya tepat di bawah situ adalah perkampungan penduduk. Sepi sekali dan sepertinya aku pengunjung pertama, satu – satunya dan terakhir barangkali. Tapi tidak, ada rombongan lain mendahuluiku. Aku mengisi buku tamu dan membayar 7.500 rupiah untuk biaya tour. Yang pertama dikunjungi adalah ruang multimedia. Menonton sejarah singkat, yang berdurasi lama, tentang Observatorium Boscha. Lalu penjelasan tentang sistem galaksi. Selain Bima Sakti atau Milky Way dalam bahasa luarnya, jagat raya memiliki galaksi lain. Galaksi kita ini yang paling muda, terbentuk beberapa milyar tahun lampau. Sistem tata surya ada di galaksi ini, dan seluruh galaksi bersatu membentuk gugus galaksi. Jarak antar galaksi menggunakan satuan Tahun Cahaya. Kecepatan cahaya itu kawan, dalam satu detik ia bergerak dengan kecepatan 300 km. Nah coba hitung berapa kecepatan cahaya dalam satu tahun, satu tahun itu berapa detik ? cahaya matahari sampai ke bumi dalam 8 menit, padahal jarak bintang itu ke bumi 150 juta kilometer. Luar biasa, kataku dalam hati. Setelah ruang multimedia, kami menuju ruang teleskop. Aku senang sekali karena sebentar lagi aku akan menggunakan teleskop untuk melihat pemandangan luar angkasa. Namun aku salah, siang hari tak mungkin melihat langit karena cahaya matahari begitu kuat. Cahanya akan menghalangi pandangan. Kalaupun malam hari langit mesti cerah, gelap sedikit saja tak terlihat. Beberapa tahun ini perkembangan penduduk di daerah ini begitu pesat dan rumah penduduk kian banyak. Itu mengakibatkan, menurut mahasiswa astronomi ITB yang jadi guide, terjadinya polusi cahaya. Nah kawan apa pula itu, polusi bukannya di akibatkan asap kendaraan bermotor berupa karbondioksida yang terperangkap atmosfer lalu menimbulkan efek rumah kaca ? namun rupanya cahaya telah pula melahirkan polusi, tentu dalam skala yang berbeda. Polusi cahaya itu mengganggu jarak pandang teleskop ke objek yang hendak diteliti. Ruang teleskop ini besar sekali, atapnya berbentuk kubah bisa buka tutup untuk mengeluarkan teleskop. Teleskop Zeis namanya, besar sekali. Jarak pandangnya sekitar empat tahun cahaya. Mahasiswa jempolan itu menerangkan dengan cepat, padat dan membingungkan. Bahasannya tidak populer karena mungkin hanya dipahami mereka yang berkecimpung didunia perbintangan atau ilmu falak, atau mungkin aku sendiri yang tak paham. Entahlah. Tour selesai, sebelum pulang aku berkeliling Observatorium Boscha.Indah sekali dan sepi, udara yang sejuk dan oksigen yang melimpah karena tak ada unsur gas lain di area yang hijau ini. menyegarkan. Kapan-kapan aku kemari lagi.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun