Mohon tunggu...
Wendri Triadi
Wendri Triadi Mohon Tunggu... -

Me is Me....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sawahlunto, Dari Kejayaan Tambang Menuju Kejayaan Wisata Tambang, Mungkinkah?

10 Februari 2011   16:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:43 912
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
12973536431094048690

Sebagai suatu manifestasi dari masa ke masa melalui berbagai zaman lalu bersimbiosis melintasi kurun waktu yang panjang. Sejarah panjang kota Sawahlunto dimulai, ketika para ahli geologi dari Belanda menemukan cadangan batu bara dalam jumlah yang besar pada akhir abad ke-19. Sawahlunto mulai menjadi pemukiman pekerja tambang yang didatangkan dari berbagai kawasan pada tahun 1887, yakni ketika uang sejumlah sekitar ± 5,5 juta Gulden di investasikan oleh pemerintah kolonial Belanda untuk membangun fasilitas beserta infrastruktur yang diperlukan guna membangun pertambangan Batubara yang akan di beri nama Tambang Batu Bara Ombilin. Uang sebesar ± 5,5 Juta Gulden jika itu berasal dari eksploitasi sumber daya mineral di Hindia Belanda (Indonesia),dan kalau di konversikan dengan USD (United State of Dollar) maupun IDR (Indonesian of Rupiah) di masa sekarang mungkin nilainya sangat tidak kecil, dan cukup bisa di simpulkan kembali bahwa uang sebesar itu mungkin cukup untuk membayar sebagian hutang luar negeri (Lunaknya : Pinjaman Luar Negeri) kita kepada World Bank dan IMF. Investasi untuk membangun suatu pertambangan yang di lakukan oleh pemerintah kolonial Belanda itu justru bertujuan untuk membangun negeri Belanda supaya lebih makmur, memperkuat angkatan perangnya yang berantakan sehabis berperang menghadapi kerajaan – kerajaan di Hindia Belanda, menstabilkan neraca perdagangan yang bertujuan untuk bersaing dengan perusahaan – perusahaan dagang dari Inggris, Spanyol, Portugal maupun negara – negara yang berada di bawah naungan Uni Eropa yang sebagian besar merupakan negara – negara kolonialisme demi menyebarkan suatu kebijakan Gold, Glory, dan Gospel. Mengingat Kebijakan Etis (Suatu Kebijakan Balas Budi kepada wilayah jajahan Hindia Belanda) baru di terapkan oleh Ratu Wilhelmina pada awal dekade abad ke – 20.

Pada Tahun 1894, Sawahlunto telah terhubung dengan kota Padang oleh jalur kereta api, sehingga hal tersebut turut membantu perkembangan kota Sawahlunto. Penemuan dan penggalian batu bara oleh pihak kolonial dengan nama Tambang batu bara Ombilin dan dimasa orde lama/baru dimana telah terjadi nasionalisasi asset – asset negara menjadi perusahaan negara, kita mengenalnya dengan sebutan PTBA. UPO (Perusahaan Tambang Bukit Asam Unit Produksi Ombilin). Kegiatan ekonomi pertambangan telah menghantarkan Sawahlunto hingga masa kejayaan pada tahun 1930-an. Saat itu jumlah penduduk kota yang terletak di daerah dataran tinggi Bukit Barisan mencapai ± 40.000 orang. Termasuk sekitar ± 550 orang Belanda (Eropa).

Pada tahun 1997, negara – negara kawasan Asia termasuk Asia tenggara dan Indonesia mengalami suatu guncangan besar yaitu krisis moneter dan merebaknya KKN. Dimana pada 21 Mei 1998 orde baru yang telah berkuasa dengan waktu yang lama harus mundur oleh gerakan mahasiswa, rakyat, dan kaum reformasi. Kondisi tersebut mempengaruhi PTBA. UPO untuk menuju ke era penurunan jumlah produksi karena faktor makro ekonomi dan menipisnya persediaan batu bara. Di awali dengan suatu perampingan perusahaan demi mengefesiensikan anggaran, para pekerja Tambang baik itu yang berada di level manajemen lini pertama (first line management), manajemen tingkat menengah (middle management), manajemen puncak (top management) mulai di kurangi jumlahnya dengan cara memberikan pensiunan dini (pesangon), dirumahkan, atau di mutasikan ke pertambangan batu bara yang berada di kawasan Sumatera bagian tengah.

Pada akhir tahun 2002, kegiatan tambang yang di kelola oleh PTBA. UPO bisa dikategorikan mati suri. Walaupun kegiatan tambang tetap terus selalu di upayakan akan tetapi sangat tampak sekali bahwa itu selalu di paksakan. Dampaknya, sangat besar sekali. Bukan hanya PTBA. UPO saja yang mengalami kerugian akan tetapi pedagang – pedagang kecil (Sektor Riil) yang berjualan di pasar Tradisional pun mengalami penurunan permintaan. Bisa kita bayangkan bahwa karyawaan – karyawaan PTBA. UPO yang di datangkan dari Pulau Jawa dan pulau lainnya sebelum dekade tahun 2002pada mulai angkat koper secara berkala dan balik mudik kedaerahnya masing – masing “tentu ada yang di mutasikan juga ke unit pertambangan perusahaan negara lainnya”. Semua pedagang mengeluh karena pembeli tidak sebanyak dulu lagi. Dan berakibat menurunnya jumlah keuantungan. Saya pun juga mengeluh karena baru puber – pubernya sudah di tinggal pergi sama si buah hati,hahaaa….”!!! (bercanda).

Dalam kurun waktu setelah tahun 2002, kota Sawahlunto terus mencoba melakukan terobosan – terobosan untuk tetap bertahan dari romantisme – romantisme sosial budaya, kerusakan ekologi, hambatan, dan konflik ekonomi. Suatu upaya dan gagasan muncul yaitu dengan memutar haluan kebijakan. Awalnya kebijakan – kebijakan yang di terapkan adalah ekonomi pertambangan. Karena ekonomi pertambangan tidak bisa mendukung lagi 100 persen permintaan dan penawaraan maka ekonomi pariwisata pun di coba untuk dimunculkan ke permukaan. Upaya tersebut secara institusional dilakukan dengan cara pengalihan visi kota Sawahlunto pada 24 Desember 2002 yang dituangkan dalam Perda 6 tahun 2003 yaitu menjadikan “ Sawahlunto tahun 2020 menjadi kota tambang wisata yang berbudaya”.

Ada pun Visi dan Misi Kota Sawahlunto yaitu :

(Perda nomor 2 tahun 2001)

VISI KOTA : ” SAWAHLUNTO TAHUN 2020 MENJADI KOTA WISATA TAMBANG YANG BERBUDAYA”

MISI KOTA SAWAHLUNTO :

1.Memelihara dan Mengembangkan Nilai-nilai Dasar Agama dan Adat di Tengah-tengah

Masyarakat

2.   Meningkatkan Fasilitas dan Palayanan Umum

3.   Mengembangkan Objek Wisata Tambang

4.   Mengembangkan Seluruh Potensi Kota Yang Dapat Mendorong Berkembangnya

Pariwisata

Berdasarkan visi kota tersebut, maka ditetapkan visi pemerintah kota untuk lima tahun kedepan (2008-2013) yaitu ” Terwujudnya Sawahlunto Menjadi Tempat Yang Lebih Baik Untuk Hidup, Berusaha dan Dikunjungi, Menuju Kota Wisata Tambang ”.

Sawahlunto mempunyai 4 (empat ) konsep utama yaitu : Kota Wisata, Ekonomi Kerakyatan Berkelanjutan, Kota yang Berbudaya, dan Kota Sejahtera.

Makna yang terkandung dalam visi tersebut :

Kota Wisata :

1.Kota yang memiliki daya saing pariwisata dengan objek wisata yang berkualitas

2.Pemanfaatan banguna tua dan kawasan bersejarah sebagai living muzeum yang merupakan karakteristik Kota Sawahlunto

3.Terjalin nya jaringan kerjasama dalam pengembangan kota dengan pihak lain

4.Menjadikan industri pariwisata untuk meningkatkan aktivitas ekonomi masyarakat

5.Terwujudnya Kota Sawahlunto sebagai destinasi wisata terkemuka di Indonesia

Ekonomi Kerakyatan yang Berkelanjutan:

1.Berkembangnya ekonomi kerakyatan dan sektor riil

2.Terlaksananya intensifikasi, ekstensifikasi dan diversivikasi pemanfaatan lahan sehingga terwujud ketahan pangan

3.Berkembangnya kegiatan pertanian terpadu yang berkelanjutan dengan konsep agribisnis dan agroindustri.

4.Berkembangnya aktivitas ekonomi masyarakat yang mendukung kegiatan pariwisata.

Kota yang Berbudaya :

1.Menjadikan keragaman etnis dan budaya sebagai potensi wisata

2.Melestarikan dan mengembangkan nilai budaya dan kearifan lokal

3.Menjadikan lembaga pendidikan sebagai pusat pengembangan dan pelestarian nilai-nilai agama, adat dan budaya.

4.Meningkatnya pemahaman dan apresiasi budaya sesuai dengan keragaman kekayaan budaya lokal

5.Meningkatkan aktualisasi Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah

Kota Sejahtera :

1.Terwujudnya masyarakat yang memiliki kekuatan ekonomi yang tangguh

2.Terwujudnya masyarakat yang berpendidikan tinggi dan berkwalitas

3.Tingginya derajat kesehatan masyarakat dan lingkungan

4.Terpenuhinya kebutuhan sarana prasarana dan utilitas kota

5.Terciptanya suasana yang kondusif dalam kehidupan ideologi, politik, ekonomi sosial, budaya dan ketahanan dan keamanan.

MISI PEMBANGUNAN

5 Misi Pembangunan yaitu :

1.  Memelihara dan Mengamalkan Nilai-nilai Dasar Agama dan Ada Istiadat serta

2.  Menciptakan Kondisi yang Kondusif Ditengah-Tengah Masyarakat

3. Menumbuh Kembangkan Sektor Riil dengan Menitik Beratkan Pada Ekonomi Kerakyatan

4.  Meningkatkan Kualitas Aparatur dan Masyarakat

5.  Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas Sarana dan Prasarana Dasar

Dalam Mengembangkan Kepariwisataan

Akankah kejayaan wisata tambang bisa di raih oleh Kota Sawahlunto menggantikan kejayaan ekonomi pertambangan?? Maka oleh karena itu kita sebagai mahasiswa yang pernah di besarkan di kota Sawahlunto, sangat berharap dengan pikiran yang optimis bernostalgia bahwa kota ini harus terus berkebang walaupun kecil akan tetapidapat terus melakukan perbaikan – perbaikan disegala bidang khususnya di sector ekonomi, karena mengandalkan perekonomian pariwisata tanpa di dukung sector – sector lain untuk mencari suatu pemasukan PAD (Pemasukan Asli Daerah) dengan minimnya inovasi dan kreatifitas sungguh sangat tidak efektif.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun