Itu terbukti ketika saya berbincang-bincang dengan seorang pedagang kelontong di sekitar gang kost saya, Medan. Dia mengeluh dan berkata, Â "Saya jadi malu sama anak saya yang masih SD, Dek".
"Kenapa Bu?" tanya saya penasaran.
"Ya bagaimanalah, Dek. Ibu tidak terlalu paham betul pelajaran sekolah sekarang, tetapi guru-gurunya menyuruh anak didik mereka untuk belajar di TV, mengerjakan soal latihan yang ada di TVRI dan menyerahkannya saat sekolah seperti biasa," jawabnya.
"Mau tidak mau saya harus bisa membantu anak walaupun ada beberapa soal yang kami lewatkan karena tidak mengerti sama sekali. Dan pelajaran zaman dahulu dengan sekarang berbeda, saya juga lupa," tambahnya lagi.
Saya jadi ke pikiran, ini semester genap penentuan kenaikan kelas. Apakah di daerah asal saya akan banyak pelajar yang tidak naik kelas? Atau mungkin mereka akan lulus jalur Corona seperti Ujian Nasional tahun ini? Atau mungkin para tenaga pengajar harus mengikuti seperti kisah guru Avan yang viral itu dari Kabupaten Sumenep, mengajar muridnya dari pintu ke pintu karena mereka tidak mempunyai TV. Bisa saja, tetapi mungkin hal tersebut sangat susah untuk digerakkan dan berisiko.
Semoga Pak Menteri dan jajarannya mempertimbangkan solusi terbaik. Semoga anak-anak di pelosok Nias dan pelosok negeri lainnya dapat merasakan pendidikan yang sepatutnya.
Wendi Syahda Setia Waruwu
Mahasiswa Prodi Agribisnis Universitas HKBP Nommensen Medan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H