Mohon tunggu...
Wendie Razif Soetikno
Wendie Razif Soetikno Mohon Tunggu... profesional -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Wendie Razif Soetikno, S.Si., MDM.\r\n\r\nAlumni AIM (Asian Institute of Management), Philippines (MDM 99). Alumni S-1 Kimia IPB (Nrp G26.1748). Alumni D-3 Kimia IKIP Malang (Nrp 24416). Alumni SMA St. Maria, Jl. Raya Langsep No.40 Malang. Alumni SMP St.Josef, Jl.Brigjen Slamet Riyadi No.58 Malang. Alumni Sd St.Josef, Jl.Semeru No.36 Malang\r\n\r\n \r\n\r\n\r\nBlog1 : http://menatapfajar.blogspot.com\r\nBlog2 : http://putrafajar-putrafajar.blogspot.com\r\n

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Indonesia Memerlukan Peraturan Mengenai Pengendalian Dampak Tembakau

8 Mei 2010   15:26 Diperbarui: 26 Juni 2015   16:19 654
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Ide awal tentang perlunya instumen pengendalian tembakau secara global diinisiasi pada Sidang Umum WHO ke 48 pada bulan Mei 1995.Setahun kemudian, pada Sidang Umum WHO ke 49, WHO mengadopsi resolusi WHA49.17 yang memerintahkan Direktur Jenderal WHO untuk menyusun Kerangka Kerja Konvensi Pengendalian Tembakau (The WHO Framework Convention on Tobacco Control). Namun baru pada tahun 1999, perundingan untuk penyusunan WHO FCTC itu dimulai dan baru pada tahun 2000, Direktur Jenderal WHO Dr. Gro Harlem Brundtland mulai menyatakan bahwa pengendalian tembakau akan menjadi prioritas utama dalam program WHO.Dengan tekad itu, WHO FCTC berhasil diadopsi dalam Sidang Umum WHO pada tanggal 21 Mei 2003 dan mulai diberlakukan sejak tanggal 27 Februari 2005.

Di forum ASEAN, perundingan tentang perlunya instrumen pengendalian tembakau telah dimulai di National Poison Center, University Science Malaysia pada tanggal 4-7 Maret 2002 yang menghasilkan Deklarasi Penang, yang mendukung perlunya gaya hidup sehat dengan agenda utama pengendalian tembakau.

Namun Indonesia sebagai salah satu inisiator WHO FCTC dan pemimpin ASEAN justru belum meratifikasi WHO FCTC ini.Indonesia malahan mereduksi berbagai ketentuan dalam WHO FCTC ini hanya sebatas pembatasan iklan rokok yang tercermin dalam UU No. 32 tahun 2002 tentang Penyiaran.(Pada kenyataannya, pembelakuan pembatasan iklan rokok ini sama sekali tidak efektif). Padahal WHO FCTC juga mensyaratkan diberlakukannya cukai secara progresif seperti penaikan cukai hingga 20 persen tiap tahunnya sehingga rokok akan makin mahal, yang bertujuan untuk mengurangi belanja konsumsi rokok oleh rakyat miskin dan melindungi rakyat miskin dari keracunan nikotin.Namun ketentuan ini juga direduksi menjadi hanya sebatas pengamanan rokok bagi kesehatan seperti yang tercermin dalam PP No. 19 tahun 2003 (Lembaran Negara No. 36 Tahun 2003)

Mengapa WHO FCTC itu perlu diratifikasi ?

Prevalensi perokok aktif di Indonesia meningkat dengan sangat cepat dalam dua dekade terakhir. Data survei Kesehatan Nasional Tahun 2006 menunjukkan bahwa 64,5% (enam puluh empat koma lima persen) laki-laki dan 3,2% (tiga koma dua persen) perempuan Indonesia berusia lebih dari 10 (sepuluh) tahun, merupakan perokok aktif. Sekitar 30,3% (tiga puluh koma tiga persen) perokok adalah tergolong dalam sosial ekonomi rendah, dimana mereka membelanjakan rata-rata 16%-17% (enam belas persen sampai dengan tujuh belas persen) dari pendapatan dalam sebulan untuk membeli rokok.Dengan kata lain, secara struktural, rokok telah memiskinkan rakyat miskin. Data survey KesehatanNasional itu juga menyatakan bahwa tingkat kematian akibat kebiasaan merokok di Indonesia telah mencapai 67.000 (enam puluh tujuh ribu) orang setiap tahunnya.

Apa yang telah dilakukan Pemerintah melalui diterbitkannya PP No. 19 tahun 2003 (Lembaran Negara No. 36 Tahun 2003) ?

Pemerintah mengamanatkan pengamanan rokok bagi kesehatan perlu dilaksanakan dengan pemberian informasi tentang kandungan kadar nikotin dan tar yang ada pada setiap batang rokok, pencantuman peringatan pada label, pengaturan produksi dan penjualan rokok dan periklanan dan promosi rokok. Selain itu, perlu ditetapkan pula kawasan tanpa rokok pada tempat umum, sarana kesehatan, tempat kerja dan tempat yang secara spesifik sebagai tempat proses belajar mengajar, arena kegiatan anak, tempat ibadah dan angkutan umum. Peran masyarakat dalam upaya pengamanan rokok bagi kesehatan perlu ditingkatkan agar terbentuk kawasan tanpa rokok di semua tempat/sarana.

Pembinaan dan pengawasan oleh Menteri Kesehatan atas pelaksanaan pengamanan rokok bagi kesehatan dilaksanakan dalam berbagai bidang melalui pemberian informasi, penyuluhan, dan pengembangan kemampuan masyarakat untuk berperilaku hidup sehat. Pelanggaran ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dapat dikenakan tindakan administratif dan sanksi pidana sesuai dengan Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan. Pengamanan rokok bagi kesehatan ini juga perlu dilaksanakan secara terpadu dengan lintas sektor yang terkait. Oleh karena itu, peraturan perundang-undangan yang erat kaitannya dengan pengamanan rokok ini perlu diperhatikan seperti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kesehatan Kerja, Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai, Undang-undang Nomor 25 Tahun 1997 tentang Ketenaga-kerjaan, Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

Berbagai undang-undang itu sifatnya sektoral sehingga dampaknya tidak signifikan.Misalnya UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kesehatan Kerja hanya mengatur bahaya merokok ditempat yang mudah tersambar api (jadi sifatnya hanya mengatur adanya bahaya kebakaran, bukan mengatur kesehatan para pekerja)

Perlawanan dari industri rokok

Perlawanan dari industri rokok dilakukan dengan mengetengahkan besarnya sumbangan pajak dan cukai rokok bagi APBN sehingga berbagai undang-undang dan peraturan itu sejak awal dibuat mandul (tanpa sanksi).Misalnya ketentuan pencantuman kandungan kadar nikotin dan tar yang ada pada setiap batang rokok – ketentuan ini tak pernah dilaksanakan. Begitu juga dengan pengaturan iklan dan promosi rokok – nyatanya iklan dan promosi rokok justru menjamur di arena kawula muda, seperti olah raga, musik dan ajang kreativitas kaum muda.

Perlawanan pertama nampak pada konstelasi fatwa haram rokok. Simak hasil Ijtima' Ulama Fatwa III MUI di Kabupaten Padang Panjang, Padang, Sumatera Barat. tanggal 25 Januari 2009 yang hanya menyatakan bahwa “rokok diharamkan bagi anak-anak, wanita hamil dan merokok di tempat umum”.Bagaimana dengan remaja dan orang dewasa yang merokok?Bagaimana kalau ibu-ibu yang tidak dalam keadaaan sedang hamil dan merokok dirumah ?

Padahal ada cukup banyak dalil mengenai keharaman rokok

- Allah Ta’ala berfirman (yang artinya): “Dan Allah menghalalkan bagi mereka semua perkara yang baik dan mengharamkan semua yang buruk.”(Al-A’rof:157). Rokok termasuk hal yang buruk yang memudharatkan.

- Allah pun berfirman (yang artinya): “Dan Janganlah kalian menjatuhkan diri sendiri dalam kebinasaan.”(Al Baqoroh:195). Rokok menimbulkan penyakit-penyakit yang membinasakan seperti kanker, TBC, dan lain-lain.

- Allah juga berfrman (yang artinya):“Dan janganlah kalian membunuh diri-diri kalian.”(An Nisaa:59). Rokok membunuh jiwa secara perlahan.

- Allah berfirman tentang bahaya khamr (yang artinya): “Dan dosanya lebih besar daripada manfaatnya.”(Al Baqoroh:219). Bahaya rokok pun lebih besar dari manfaatnya, bahkan keseluruhannya merupakan kemudharatan.

- Allah berfirman (yang artinya): “Dan janganlah engkau menghambur-hamburkan harta dengan boros, sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara setan.”(Al-Isro:26-27). Rokok adalah pemborosan dan penghambur-hamburan terhadap harta, termasuk amalan setan.

- Rasulullah Shallalohu ‘alaihi Wa Sallam bersabda (yang artinya): “Tidak boleh ada kemudharatan, tidak boleh ada perbuatan memudharatkan.”(Shahih diriwayatkan Imam Ahmad). Rokok memudharatkan (membahayakan) penghisapnya, mengganggu orang-orang di sekitarnya dan memboroskan harta.

- Rasulullah Shallalohu ‘alaihi Wa Sallam bersabda (yang artinya): “Dan Allah membenci bila kalian membuang-buang harta.”(Mutaffaqun ‘Alaih). Rokok merupakan pembuang-buangan terhadap harta maka Allah membencinya.

- Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda (yang artinya), “Perumpamaan kawan duduk yang baik dengan kawan duduk yang jelek adalah adalah seperti pembawa minyak wangi dan peniup api tukang besi.“(Riwayat Bukhary-Muslim). Perokok adalah kawan duduk yang jelek yang meniup api.

- Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda (yang artinya), “Barangsiapa yang meniup racun hingga mati maka racun tesebut akan berada di tangannya lalu dihirupkan selama-lamanya di neraka Jahannam.“(Riwayat Muslim). Rokok mengandung racun nikotin yang membunuh penghisapnya perlahan-lahan dan menyiksanya.

- Rasulullah Sholallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda (yang artinya), “Barangsiapa yang memakan bawang putih atau bawang merah, maka hendaknya menyingkir dari kita dan menyingkir dari masjid dan duduklah di rumahnya.“(Riwayat Bukhari-Muslim). Rokok lebih busuk baunya dari bawang putih maupun bawang merah.

(Sumber: http://qurandansunnah.wordpress.com/)

Perlawanan kedua nampak dari hilangnya ayat 2 pasal 113 RUU Kesehatan yang telah disetujui menjadi UU Kesehatan dalam Sidang Paripurna DPR tanggal 14 September 2009 .

Ayat 2 pasal 113 yang hilang itu berbunyi "Zat adiktif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi tembakau, produk yang mengandung tembakau padat, cairan, dan gas yang bersifat adiktif yang penggunaannya dapat menimbulkan kerugian bagi dirinya dan/ atau masyarakat sekelilingnya."

Mengapa ketentuan pada ayat 2 ini penting?Menurut Ketua Harian Komisi Nasional Pengendalian Tembakau Laksmiati A Hanafiah, dengan tercantumnya ayat tersebut, konsekuensinya pemerintah harus tegas mengendalikan produk terkait tembakau, mulai dari iklan, kadar nikotin dan tar, ruang-ruang khusus penggunaan produk tembakau, sampai batasan usia pengguna.

Kesimpulan

Mengingat berbagai kendala tersebut di atas, tidak ada jalan lain, pemerintah harus didesak agar sesegera mungkin meratifikasi WHO FCTC sehingga upaya pengendalian tembakau mempunyai payung hukum yang setingkat UU yang mempunyai sanksi yang mengikat (bukan hanya sekedar PP yang tingkatnya dibawah UU, seperti PP No. 19 tahun 2003 (Lembaran Negara No. 36 Tahun 2003).

Manfaat berikutnya dari ratifikasi WHO FCTC ini adalah sinkronisasi berbagai undang-undang dan peraturan yang ada demi generasi muda Indonesia yang sehat dan berkualitas.

Alasan bahwa ratifikasi WHO FCTC ini akan mengancam petani tembakau dan mengancam penerimaan pajak dan cukai dalam APBN sama sekali tidak beralasan, karena  WHO FCTC juga mensyaratkan diberlakukannya cukai secara progresif seperti penaikan cukai hingga 20 persen tiap tahunnya (Foto dari O-bras)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun