Baliho atau alat peraga kampanye (APK) dilarang dipasang di pohon, tiang listrik, sekolah, rumah ibadah, ataupun rumah sakit. Lantas, apakah kemudian diperbolehkan memasangnya di halaman rumah orang dan tanpa seizin orang tersebut?
...
Buk.
Samar saya mendengar suara benda terjatuh kemudian disusul dengan lengkingan tangis anak kecil.
"Mi, Abdillah jatuh," pekik mas suami sambil bergegas mengangkat bocah 9 bulan itu dari lantai.
Mas cilik rupanya terjerembab dari kasur. Saya memang tak biasa memberi batas guling atau bantal di tepi kasur sebab saya-lah yang menjadi pembatasnya. Namun malam itu saya lupa dan tertidur di bagian yang berpagarkan dinding. Alhasil ada area terbuka yang mengarah langsung ke lantai.
Dengan mata setengah terpejam, saya menyusui mas cilik yang masih berteriak-teriak. Ketika ia sudah mulai tenang, saya mendengar suara ketukan palu. Bunyinya jelas sekali. Saya pikir itu kakak ipar saya yang sedang membetulkan sesuatu di rumahnya. Di tengah malam begini?
Pagi harinya, mas suami memberi tahu kalau ada baliho super besar di halaman depan rumah. "Baliho caleg," katanya.
Ash!
Sebelumnya, ketika jalan-jalan sore, saya sering mendapati baliho caleg yang dipasang di halaman depan rumah-rumah warga. Besar sekali gambar orangnya. Saya pikir, itu rumah si caleg atau setidaknya rumah kerabatnya.
Namun, ini terjadi pada rumah kami. Saya menengok muka yang terpampang di baliho depan rumah kami. Siapa dia? Kerabat bukan. Bahkan kami sekeluarga tidak mengenalnya sama sekali.
Dokpri
"Kemarin ada yang bilang sama Wenny kalau mau pasang baliho di rumah ini?" tanya mak mertua.
Saya menggeleng. Mas suami yang ditanyai pun menggeleng. Seharian saya dan mak mertua di rumah, kemarin, juga tak ada yang datang untuk meminta izin pasang baliho.
Saya jadi bertanya-tanya, mungkin yang terjadi di rumah-rumah orang itu seperti ini. Caleg atau tim sukses partai politik memasang baliho di rumah orang tanpa permisi pada si tuan rumah.
Dokpri
Mas suami berusaha mencari tahu si pemilik baliho dengan bertanya pada beberapa kenalan anggota dewan yang terhormat. Nyatanya tak ada yang tahu pemiliknya.
"Jadi bagaimana kelanjutannya?" tanyaku.