Mohon tunggu...
Wempie fauzi
Wempie fauzi Mohon Tunggu... Penulis - Bekas guru

Bekas gurru yang meminati sejarah serta politik

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Airlangga Hartarto Bicara Efisiensi dan Strategi Berkelanjutan Industri Sawit Indonesia

8 November 2024   15:55 Diperbarui: 8 November 2024   16:01 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Hingga saat ini industri sawit Indonesia tetap menjadi salah satu pemain sekaligus produsen utama minyak nabati dunia. Total yang dihasilkan Indonesia dari industri perkebunan ini telah menyumbang tidak kurang dari 23 persen minyak nabati dunia  Perannya menjadi sangat strategis karena menjadi kontributor utama industri biofuel, pangan, dan oleokimia atau setara dengan  58 persen produksi minyak sawit global.

Dengan angka sebesar itu, maka wajar jika sektor ini menjadi salah satu penyumbang utama devisa negara serta menjadi penyedia lapangan pekerjaan bagi jutaan masyarakat dan telah bertransformasi sebagai tulang punggung perekonomian nasional. Dengan posisi strategis tersebut pemerintah secara konsisten terus mengupayakan agar industri berkembang secara berkelanjutan, efisien, dan kompetitif. "Saat ini kebijakan pemerintah fokus pada pangan dan energi, yakni berupa peningkatan swasembada, mengurangi produk impor serta strategi berkelanjutan dalam ruang lingkup ketahanan ekonomi yang selaras dengan tujuan lingkungan hidup " ungkap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto saat menyampaikan keynote speech secara virtual dalam acara The 20th Indonesian Palm Oil Conference And 2025 Price Outlook (IPOC), Kamis (7/11).

Untuk swasembada pangan dan  keterjangkauan, ini fokusnya ada pada sejumlah bahan pokok seperti beras, kedelai, dan produk minyak sawit.  Minyak sawit ada di sana karena berkaitan dengan  kebijakan biodiesel dengan tujuan terpenting yakni mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar fosil  serta percepatan bauran energi yang lebih berkelanjutan, dan mendukung industri minyak sawit. Langkah  dari kebijakan tersebut telah diwujudkan dalam elemen kunci berupa  program mandatory biodiesel berbasis kelapa sawit (B35) untuk industri transportasi yang akan ditingkatkan menjadi B40 pada tahun 2025.

Untuk faktor eksternal yang masih jadi tantangan industri sawit  adalah info masalah lingkungan yang datanya kerap tidak disajikan secara tidak seimbang bahkan tidak akurat. Ini sering datang dari negara-negara maju seperti Uni Eropa  seperti yang telah dilakukan dalam aturan European Union on Deforestation-free Regulation (EUDR).  

Di luar tantangan tersebut, ke depannya, industri sawit dalam negeri perlu menerapkan sejumlah strategi guna mengelola sawit secara lebih baik dan mampu turut mendukung pertumbuhan ekonomi, kebutuhan energi, dan ketahanan pangan sekaligus melindungi lingkungan.  Dari pemerintah, langkah yang telah diambil adalah  dalam bentuk Program Peremajaan Petani Kecil atau dikenal dengan Peremajaan Sawit Rakyat (PSR). Sejak tahun 2017, Indonesia telah memberikan hibah PSR untuk sekitar 360.000 hektar dan memberikan manfaat kepada 158.000 petani kecil. Selain itu, penerapan praktik pertanian yang baik, budidaya varietas kelapa sawit dengan hasil lebih tinggi, serta melakukan promosi sertifikasi minyak sawit berkelanjutan seperti Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO) juga menjadi strategi yang perlu dilakukan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun