Mohon tunggu...
Yohanes Wempi
Yohanes Wempi Mohon Tunggu... wiraswasta -

Aktifis bermasyarakat, fokus bergerak dibidang budaya minangkabau

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Membangun Kebudayaan Minangkabau

1 Juni 2015   09:30 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:25 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Berbagai masalah yang melanda orang Minangkabau akhir-akhir ini ditimbulkan oleh masuknya nilai-nilai budaya negatif global atau disebabkan berbagai kebijakan kontroversi yang abisius yang merusak, seperti kebijakan budaya materialistis, budaya prasasti yang dikeluarkan oleh pemerintah. Maka dampak dari praktek demikian telah merusak tonggak nilai budaya Minang yang bersandar padaadat basandi syarak-syarak basandi kita bullah(ABS-SBK).

Perkembangan luar biasa di bidang iptek (ilmu pengetahuan dan teknologi), ekonomi, politik, hukum, pembangunan infrastruktur dan sosial yang kemudian didaulat oleh para pemegang kekuasaan baik propinsi dan kabupaten/kota sebagai kemajuan peradaban budaya baru yang pada kenyataan hanyalah ilusi merusak tatan budaya Minangkabau yang ada.

Apabila menyimak kenyataan saat ini, peradaban yang dibangun di Minangkabau justru terpukul mundur ratusan tahun ke belakang. Iptek hanya menjadi milik dari kalangan minoritas, kebijakan ekonomi dan pembangunan infrastruktur hanya melahirkan kemiskinan budaya di berbagai sudut nagari dan mengakibatkan lahirnya ancaman orang Minang terjebak pada budaya baru yang itu sudah jauh tersesat dari adat lamo pusako usang.

Sosial budaya dalam nagari saat ini justru tak mampu berlaku adil. Tatanan budaya saat ini rang Minang hanya menjadi alat represif dan meneror segala macam upaya dalil perbaikan dan pembaharuan. Sistem politik demokrasi yang di elu-elukan sebagai jawaban yang dinanti untuk bisa memperbaiki keadaan budaya karna lahir dari pilihan rakyat, ternyata tak lebih baik dari sistem monarki absolut atau sistem Caesarianisme yang otoriter.

Semua itu tidak bisa menjawab keresahaan rang Minang diranah maupun dirantau dengan lunturnya budaya Minangkabau tersebut. Ternyata setiap pemimpin yang lahir dari sistem sekarang selalu beropsesi membangun peradaban baru dengan kebijakan yang keluar dari koridor-koridor budaya Minangkabau. Hal ini bisa dilihat dari salah satunya pembangunan infrastuktur pusat budaya tidak berdasarkan simbol-simbol yang sakral, tapi hanya berdasarkan absrak yang orang awam tidak bisa mengerti maksutnya.

Bukti ini bisa dilihat dari Pembangunan kantor dan fasilitas pemerintah yang berbentu rumah bagonjong absrak (jadi-jadian) diantaranya dapat dilihat dari tanpilan fisik bangunan Kampus-kampus, bangunan Mesjid Raya Sumatra Barat, bangunan olah raga di Gor H. Agus Salim, Bangunan Pasar Banto Bukittinggi, Plang nama beberapa instansi pemerintah. konon kabarnya rehap Gedung Kantor Gubernur Sumatra Barat juga dibuat dalam bentuk rumah gadang Minang yang tidak utuh asumsinyaaliasrumah gadang jadi-jadian tersebut.

Teranyar, isu pembentukan pusat kebudayaan Sumbar yang akhirnya menjadi perdebatan pro dan kontra dikalangan seniman dan budayawan. Pemerintah Propinis sewenang-wenang mengagas suatu pusat aktivitas kesenian, budaya dan lainya dengan merobah fisik bangunan lama yang memiliki filosofi bangunan minang yang sakral, menjadi wujud bangunan yang moderen runcing-runcing seperti panah. Dari bentuk bangunan yang dilihat di baliqo-baliqo sosialisasi kedinasan, nampak bentuk fisik gedungnya tidak sedikitpun mencerminkan bangunan Minangkabau.

Perdebatan tidak sebatas hanya fisik dari bangunan yang akan dirobah secara radikal tersebut, dari segi nama pun juga menjadi perdebatan pro dan kontra dikalangan tokoh-tokoh Minang yang pada dasarnya menolak nama taman budaya tersebut diganti dengan pusat kebudayaan Sumbar. Jika diperlukan adanya tolerasinsi perubahan nama tesebut maka tokoh-Minang merekomdasikan agar Pemprop merubah namanya yang lebih membumi seperti pusat kebudayaan Minangkabau.

Ilustrasi diatas sangat terang bahwa kebudayaan Minang luntur tidak hanya di rongrong oleh globalisasi, tapi yang paling berbahaya ada manipulasi oleh para penguasa semusim yang tidak paham akan nilai budaya, yang mencoba memberikan pembaharuan yangpada dasarnya langkah itu akan merusak nilai-nilai budaya Minangkabau yang ada.

Idealnya seorang pemimpin yang sewaktu kampanye berjanji akan mambangki batang tarandam, kembali membangun esestensi Minang seharusnya mencoba merajuk benang-benang budaya Minang yang tercecer kembali menjadi utuh, ataumelanjutkan taruko nan alun salasaidengan menyempurnakan tatanan adat istiadat Minang yang sudah lapuk dan hilang ditengah perjalanan kehidupan rang Minang.

Tapi bukan sebaliknya menghancurkan dengan dalih pembaharuan atau pembangunan berskala raksasa dengan nilai proyek ratusan miliar, malah triliyunan. Penulis perlu menyadarkan para angku ninik mamak, alim ulama dan cadiak pandai bahwa penguasa tampak kontrol yang berimbang maka akan tercipta kesewenangan terhadap tatanan budaya Minangkabau yang telah mapan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun