Mohon tunggu...
Welly Ifgayana
Welly Ifgayana Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Rasa

4 November 2015   04:04 Diperbarui: 4 November 2015   04:48 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

 

Harus berapa kali aku mengatakannya. Bahwa aku tak bisa hidup tanpanya. Tapi ia tetap bersikeras mengatakan bahwa aku akan baik-baik saja tanpa dirinya. Ia tak mengerti betapa rapuhnya diriku tanpanya. Aku menatap matanya lekat-lekat. Mencari kesungguhan dalam setiap kata yang ia ucapkan. Apakah semua yang kita bangun selama ini tak ada artinya lagi bagimu?

Mungkin kau tak ingin lagi bersamaku. Mungkin kau mulai merasa jenuh dengan segala kegiatan yang kau lakukan denganku. Tapi pernahkah kau berpikir untuk merindukan waktu-waktu yang telah kita habiskan bersama ketika semua itu berakhir. Waktu yang setiap detiknya kuanggap berharga. Tak akankah kau merindukannya?

Dirimu hanya bisa menunduk dan sesekali mengusap punggung tanganku meyakinkanku bahwa semuanya harus berakhir. “Tak perlu ada yang disesali” suaramu lembut dan tenang. Aku tak mendeteksi rasa sedih sedikitpun dalam setiap ucapanmu. Tak berati lagikah aku bagimu? Sejak kapan kau berpikir untuk menghapus diriku dari hidupmu? Apakah kau menemukan seseorang yang lebih bisa membuat harimu selalu berwarna? Itukah alasanmu mengakhiri semuanya? Karena seseorang yang kau lebih anggap berharga dariku?

Tak tahu kah kau bahwa aku selalu menghargai setiap detik yang kulewati bersamamu. Tak tahu kah kau bahwa aku selalu menantimu, merindukanmu hingga hati ini pilu karena terlalu banyak menyimpan rasa yang tak akan kuungkapkan. Tak tahu kah kau bahwa aku selalu mencoba untuk memberikan yang terbaik bagimu. Dan tak tahu kah kau bahwa aku selalu mengingatmu dalam irama yang sama seperti detak jantungku. Kau yang membuatku tersipu. Kau yang membuatku tertawa. Kau yang membuatku bahagia. Tapi kau pula yang membuatku bersedih hati.  Aku tak mengerti kenapa kau ingin mengakhiri semua ini. Kepercayaan dan kasih sayang yang telah kita bangun bertahun-tahun dengan susah payah kini fondasi kuat itu runtuh, luluh lantak menjadi keping-keping yang tak berarti.

Apa itu cinta? Apakah rasa yang selalu membuat kita ingin menjerit. Menjerit bahagia, menjerit kesakitan, menjerit frustasi karena tak dapat menemukan jawaban yang selama ini dicari. Atau rasa yang selalu membuat hari kita menjadi lebih cerah dan berarti?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun