Mohon tunggu...
wellyandi wellyandi
wellyandi wellyandi Mohon Tunggu... -

belajar seumur hidup...

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Mengalah Bukan Berarti Kalah

8 September 2013   22:50 Diperbarui: 24 Juni 2015   08:10 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Kehidupan dipenuhi dengan kompetisi dan persaingan, dalam hal apa saja. Mulai dari persaingan bisnis, politik, pekerjaan, pendidikan dan lain sebagainya. Persaingan identik dengan persoalan menang kalah. Pihak yang menang akan meraih apa yang diinginkannya, sesuatu yang membuat senang, bahagia, bangga dan perasaan positif lainnya. Sedangkan pihak yang kalah mendapatkan kekecewaan, kesedihan, kerugian, rasa malu bahkan hinaan. Tapi pernahkah kita sadari bahwa setiap saat kita sebenanrnya selalu menang dan kalah, tergantung menang atau kalah dalam bidang apa.

Manusia memiliki kepentingan, kebutuhan, keinginan dan kecenderungan yang tidaklah sama. Menang atau kalah tergantung pada seberapa penting hal itu bagi kita. Seorang pengusaha tidak akan merasa dan tidak akan peduli jika dia kalah dalam kontes bernyanyi. Seorang ilmuan tidak akan peduli jika dia tidak menang dan menjadi politisi. Seorang atlet tidak akan sedih jika tidak terpilih menjadi kepala desa dan sebagainya. Soal kalah menang menjadi persoalan jika manusia mengejar hal yang sama.

Ketika pebisnis bersaing dalam meraih konsumen, dengan produk yang sama, ini menjadi masalah. Ketika atlet berkompetisi meraih medali ini menjadi perhatiannya. Seorang laki-laki akan merasa kecewa jika perempuan yang dicintainya menikah dengan orang lain. Saat politisi kalah dalam pemilu ini akan membuatnya sedih. Jadi sejauh mana persoalan menang kalah mempengaruhi hidup seseorang tergantung pada seberapa penting menurutnya hal tersebut.

Penting atau tidaknya sesuatu berbeda dari orang ke orang. Secara umum kita memperebutkan harta, kekuasaan, nama baik dan cinta. Menurut Maslow, seorang pakar psikologi bahwa kebutuhan tertinggi manusia itu adalah spiritualitas. Spiritualitas bisa didapat dari agama atau ajaran filsafat yang diyakini kebenarannya. Ketika spiritualitas menjadi hal paling penting, maka orang-orang ini tidak akan terlalu mempersoalkan menang kalah yang terkait di luar itu.

Tokoh-tokoh spiritual penting dunia seperti para nabi jika dilihat, kemenangan bagi mereka bukanlah ketika menjadi penguasa, orang kaya atau terkenal. Kemenangan adalah ketika wahyu Tuhan tersampaikan kepada umat manusia, lalu manusia menyembah hanya kepada Tuhan. Hal diluar itu tidak terlalu menjadi persoalan. Hal ini menjadi fokus bagi para pengikutnya hingga sekarang, bahwa kemenangan adalah ketika kita meraih kasih sayang Tuhan, raja dari segala raja, pemilik sejati segala yang ada.

Bahwa mengalah bukan berarti kalah, karena kita mengalah untuk sesuatu hal yang menurut kita kurang penting. Semakin banyak yang kita kejar, maka kita akan semakin lelah dengan kekalahan-kekalahan. Hidup ini begitu singkat, ada baiknya kita kenali diri kita sendiri dahulu. Apa yang penting dan tidak penting menurut kita, lalu fokus untuk memperjuangkannya hingga titik darah penghabisan. Jika kita gagal, itu adalah hal yang biasa saja. Tidak perlu dendam, iri, dengki apalagi merebut dengan cara-cara busuk yang akan mempertegas kekalahan kita.

Untuk hal-hal sepele menurut persepsi kita, mengalah tidak ada salahnya. Berikan hal itu untuk saudara-saudara kita yang lebih membutuhkan. Bukan karena tidak mampu. Untuk hal yang penting, mari berjuang sekuat tenaga untuk berkompetisi. Yang terpenting dari itu semua adalah, mungkin kita sering menang dan mengalahkan pihak lain tapi kita lupa untuk mengalahkan diri sendiri.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun