Bermula dari pertikaian seorang preman dengan seorang pedagang di Sumatera Utara, berkembang isu SARA yang berpotensi memecah belah masyarakat yang sebenarnya sangat mejemuk. Belakangan diketahui video yang diposting lewat akun sosial media (fb) milik Condrat Sinaga (CS) dianggap bertanggungjawab atas bergulirnya isu tersebut.
Video dengan durasi selama 13 menit 56 detik itu berisi pendapat dari CS mengenai kasus pertikaian antar preman (bukan suku nias) dengan seorang pedagang (bersuku nias) di Pajak Gambir Percut Sei Tuan Deli Serdang Sumatera Utara.
Namun disayangkan, dalam video ini ada beberapa kalimat yang bernilai provokatif, mengandung kebencian dan informasi yang tidak benar (hoax) dari CS.
Misalnya saja pada menit ke 3:26 video tersebut, yang bersangkutan mengatakan: “....saya bilang memang, budaya nias ini juga sangat, e... rentan terhadap masuk intervensi iblis ya termasuk tari perang.., dia menari aja udah ada perang gitu... apa lagi yang lain....”
Dan Ia lanjutkan pada menit 3:49: “...ibu itu (pendeta yang dikenal oleh Condrat Sinaga) menceritakan ke saya ternyata di Nias itu ada, masih berlaku hukum yang menghormati orang tua, yang memberikan kepada orang tua yang terbesar ketika anak si laki-laki menikah istrinya harus... perawannya harus dikasih sama bapaknya, itu mengerikan...” tuturnya.
Ada apa sebenarnya dengan Condrat Sinaga?
Kenapa ia begitu berani dan yakin dengan statement-statement diatas?
Berikut uraiannya dalam kacamata sebagai masyarakat awam.
Pertama, secara psikologis saya menilai bahwa Condrat Sinaga seperti memiliki “masa lalu” yang kurang baik/hubungan yang kurang harmonis dengan orang-orang tertentu yang kebetulan bersuku Nias, sehingga kalimat-kalimat yang diucapkannya lebih tendensius. Hal ini terlihat dari beberapa kali Ia menyebut nama/oknum dalam videonya. Ini cenderung pada gangguan mental atau kejiwaan.
Kedua, CS mengkonsumsi informasi dari sumber yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kebenaran/keabsahannya dan dengan didukung kondisi yang pertama, ia tidak lagi mengfilter atau mencari kebenaran tentang informasi yang hendak ia sampaikan. Contohnya saja, tidak dikenal Sub Suku dalam Suku Nias, walau ada beberapa perbedaan logat bahasa namun dalam suku tersebut hanya dikenal satu suku saja (CS mengatakan bahwa ada sub suku dalam suku Nias).
Ketiga, Anggapan bahwa memberikan perawan istri kepada orang tua adalah budaya Nias merupakan fitnah yang sangat keji. Informasi yang tidak benar dan tidak mendasar ini sangat merugikan dan merendahkan martabat suku Nias. Condrat adalah satu dari sekian banyak saudara sebangsa setanah air diluar sana yang memperoleh informasi seperti itu.
Saya sangat yakin bahwa informasi tersebut hanya diperoleh dari mulut ke mulut secara turun-temurun tanpa adanya fakta yang jelas. Untuk masalah ini, sebaiknya teman-teman dapat mengadakan penelitian/survei/meninjau langsung, supaya isu tersebut tidak digoreng dan berlarut-larut menjadi konsumsi publik.
Saran, seyogianya suku-suku bangsa di Indonesia tetap rukun dan menjaga sikap serta memegang teguh Pancasila sebagai Ideologi bangsa, memelihara kebhinekaan dan toleransi. Berhati-hati dalam menyebarkan informasi yang belum tentu benar karena bisa saja melukai atau merugikan pihak/golongan tertentu karena dalam skala yang lebih besar dapat menimbulkan perpecahan.