Mohon tunggu...
Welhelmus Poek
Welhelmus Poek Mohon Tunggu... Konsultan - Foto Pribadi

Welhelmus Poek seorang aktivis NGO yang sangat intens advokasi isu-isu Hak Asasi Manusia terutama hak-hak kelompok marginal, secara spesifik memperjuangkan hak-hak anak muda, gender dan keadilan sosial lainnya. Lahir di Pulau Rote, 17 Juni 1981. Mengawali karir NGO di Plan International Indonesia tahun 2004 hingga 2015. Kemudian bergabung dengan Hivos International tahun 2016 untuk program energi terbarukan di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Tahun 2018-2019 melanjutkan study Master of International Development di University of Canberra. Tahun 2020 kembali bergabung dengan Hivos International untuk program energi terbarukan di Pulau Sumba. Welhelmus juga aktif di Forum Akademia NTT dan masih mensupport aktivitas Institute of Resource Governance and Social Change (IRGSC) Kupang, NTT hingga kini.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Hari Air Sedunia Vs Climate Changes

22 Maret 2014   17:56 Diperbarui: 24 Juni 2015   00:37 67
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

"Pada musim panas (kemarau), desa kami kesulitan air bersih. Semua sumber air mulai kering, kalaupun ada, debitnya kecil. Kami susah sekali. Kebutuhan air cukup untuk minum atau masak. Kadang-kadang 2-3 hari tidak mandi". Keluh warga desa terpencil.

Apa yang disampaikan di atas menggambarkan beta ironisnya negeri ini. Negeri yang dikenal memiliki hutan tropis terbesar di dunia, namun kondisi saat ini sangat memprihatinkan terutama ketersediaan air Tanah.

Menariknya, ketika musim hujan Negeri ini sangat "kaya raya" dengan ketersediaan air, namun hanya sesaat saja air yang berlimpah itu hilang. Entah kemana. Bahkan, dimana-mana kita bisa menyasikan lautan danau menutupi pemukiman warga, bahkan menimbulkan korban yang tak pernah terduga.

Ini jelas semua ancaman. Suatu saat pasti kita akan kehabisan air, jika tidak pernah dipikirkan bagaimana mengatasinya dengan seefektif mungkin.

Dilain sisi, kebiasaan tebas bakar atau system pertanian tradisional yang "tidak" memikirkan keseimbangan ekosistem akan menambah rumitnya masalah yang kita hadapi. Belum lagi ulah para pemilik perusahaan yang "mungkin" tidak memenuhi syarat operasi terutama menjaga ekosistem alam, masih diijinkan oleh para pengambil keputusan.

Hari ini, tanggal 22 Maret ditetapkan sebagai Hari Air International. Dunia pun seolah-olah mengakui bahwa lambat laun, kita akan kehabisan sumber daya alam satu ini yang benar-benar sangat vital bagi manusia. keberpihakan dunia terhadap isu ini seakan-akan mengingatkan kita bahwa perubahan iklim (Climate Changes) yang sudah terjadi saat ini dan nantinya, akan sangat mengancam dunia dan isi.

Informasi terkini, bahwa diprediksi pada tahun 2015 akan terjadi kemarau yang cukup panjang. Implikasinya adalah ketersediaan air semakin berkurang. So, apakah pada solusi memberikan support air bersih melalui distribusi air ke masyarakat (mobil tangki air) adalah solusi yang tepat? jika tidak apa yang harus kita lakukan?

Kita perlu menyikapi isu ini secara serius, tidak sebatas ceremonial belaka atau sekedar diskusi sesaat saja, tetapi harus keluar dari cara-cara konvensional. Kepedulian kita akan menyelamatkan dunia dan anak-anak kita kelak nantinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun