Pertama-tama saya ingin menyampaikan rasa keprihatinan dan duka cita yang mendalam atas peristiwa bom bunuh diri di Makasar. Tepatnya di Gereja Katedral. Dan saya pun sangat yakin bahwa kita semua setuju peristiwa ini TIDAK MENGATASNAMAKAN SATU AGAMA MANA PUN.
Saya ingin mengajak kita untuk menjauhkan pemikiran bahwa aksi teror ini berlandaskan agama. Sudah banyak aksi-aksi seperti ini terjadi di Indonesia hanya dengan tujuan untuk mengadu-domba kita. Kelompok peneror ini tidak ingin kita hidup berdampingan dan rukun. Mereka sangat iri.
Kini, sudah selayak dan sepatutnya kita sebagai anak bangsa yang beraneka ragam ini berdiri bersama dan menyatukan kekuatan melawan aksi-aksi terorisme. Tanpa terkecuali.
Pada peristiwa ini, saya secara pribadi juga sangat mengapresiasi berbagai kalangan yang dengan cepat merespon dan menyampaikan simpati dan empati mereka terhadap peristiwa di Makasar kali ini. Mulai dari Pejabat Negara, Bapak Presiden Joko Widodo, MUI, Dewan Masjid Indonesia, Para Pendeta, Pastor dan tokoh-tokoh politik dan nasional lainnya. Mereka semua sangat mengutuk keras aksi ini. Ada juga ajakan dari mereka, agar kita tidak terpancing. Karena sekali lagi, ini BUKAN DENDAM atau MUSUH antar AGAMA.
Peristiwa ini terjadi disaat Umat Kristen merayakan Minggu Palma. Sebuah perayaan untuk memperingati peristiwa ketika Yesus memasuki Kota Yerusalem, lalu kemudian Ia mengalami masa-masa sengsara, mati disalibkan dan dikuburkan hingga bangkit pada hari yang ketiga. Yang akan ditandai dengan adanya Perayaan Paskah.
Pelaku Bom Bunuh Diri ini seakan ingin memberi teror kematian bagi Umat Kristen disaat mereka sangat syaduh merayakan peristiwa-peristiwa iman tersebut. Namun, Tuhan berkehendak lain. Mereka dicegat oleh petugas keamanan Gereja sehingga mungkin rencana aksi teror yang ingin menargetkan korban yang banyak tidak terjadi sesuai rencana.
Peristiwa heroik ini, mengingatkan saya ketika aksi teror bom Gereja di Indonesia beberapa tahun silam di Surabaya. Bayu Rendra, sang koordinator relawan keamanan Gereja Santa Maria, gugur setelah ia dengan berani menghadang para pelaku bom bunuh diri waktu itu. Peristiwa ini jugalah yang mendorong kami mahasiswa dan masyarakat Indonesia, bersama Kedutaan Besar Indonesia di Australia melakukan aksi solidaritas mengutuk aksi teror tersebut.Â
Begitu juga dengan aksi, Riyanto, anggota Banser yang gugur saat kejadian bom malam Natal tahun 2000, di Mojokerto - Jawa Timur. Kita belajar banyak atas peristiwa-peristiwa heroik tersebut.Â
Toleransi. Ya, ini salah satu nilai dan karakter yang dimiliki bangsa Indonesia. Nilai yang sangat kuat dalam tatanan hidup berbangsa dan negara. Nilai yang seakan menjadi momok bagi para kreator teror. Mereka tidak ingin melihat kehidupan yang penuh toleransi di negara kita, Indonesia tercinta.
Segala cara mereka lakukan. Termasuk 'membenturkan' agama dalam aksi mereka. Seperti yang terjadi sekarang di Makasar saat ini. Tetapi percayalah, wahai sahabatku Umat Muslim dimanapun, sebagai seorang Kristen, kami tidak pernah dendam. Apalagi menaruh benci.Â
Betul Gereja, simbol Kristen, di bom. Tapi itu hanyalah bangunan. Bangunan yang kokoh ada dalam hati kami. Bahwa aksi ini adalah murni sebuah tindakan kriminal. Aksi ini tidak akan menggoyahkan nilai toleransi kami. Karena kami pun sadar bahwa kita semua adalah anak bangsa dan negara. Yang harus tetap rukun. Apapun cobaan yang dihadapi.